ffg

Rabu, 10 Juli 2013

ASKEP INC DENGAN EKSTRAKSI PORCEP ATAS INDIKASI PEB

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


I.           KONSEP PERSALINAN
2.1.      Definis Kehamilan
            Masa kehamilan dimulai dari hasil konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama haid terakhir (Saifuddin, 2009).
            Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambung dan terdiri dari: ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implatansi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010).
            Kehamilan di bagi dalam 3 triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (saifuddin, 2009).
Proses kehamilan adalah proses dimana bertemunya sel telur dengan sel sperma hingga terjadi pembuahan. Proses kehamilan (gestasi) berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir. Usia kehamilan sendiri adalah 38 minggu, karena dihitung mulai dari tanggal konsepsi (tanggal bersatunya sperma dengan telur), yang terjadi dua minggu setelahnya (Arif, 2000).
Menurut Federasi Obstertri dan Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam tiga trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-1 hingga ke-27) dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga 40) (Prawirohardjo, 2008).

2.2.      Definisi Persalinan
Persalinan dan kelahiran normal adalah pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan 37-40 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun pada janin ( Saifuddin, 2009).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit (JNPK-KR, 2008).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa desertai adanya penyulit, persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (APN 2008).
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. Beberapa istilah yang berkaitan dengan usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai berikut (Manuaba, 2010) :
a.       Abortus ,terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan: usia kehamilan sebelum 28 minggu , berat janin kurang dari 1000 gram
b.      Persalinan prematuritas. Persalinan yang terjadi saat usia kehamilan 28 minggu sampai 36 minggu , berat janin kurang dari 2500 gram
c.       Persalinan aterm. Persalinan antara usia kehamilan 37 sampai 42 minggu berat janin di atas 2500 gram
d.      Persalinan serotinus. Persalinan antara usia kehamilan 37 sampai 42 minggu berat janin di atas 2500 gram
e.       Persalinan presipitatus . persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam.
            Menurut cara persalinan dibagi menjadi :
a.       Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi
b.      Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun melalui dinding perut dengan operasi caesarea

2.3.            Anatomi dan Fisiologi
a.       Genetalia Eksterna
1)      Mons pubis yaitu jaringan lemak subkutan bulat lunak dan merupakan jaringan ikat yang berada di atas simfisis pubis, yang banyak mengadung minyak dan di tumbuhi rambut hitam, kasar dan ikat. Berfungsi dalam seksualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus

               
Gambar 2.1. Genetalia Eksterna

2)      Labia mayora yaitu dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis, berfungsi untuk melindungi labia minora, meatus urinarius, dan intoitus vagina
3)      Labia minora yaitu terletak di bawah atau sebelah dalam dari labio mayora dan mengelilingi lubang vagina dan uretra. Kelenjar-kelenjar labio minora melumasi vulva. Suplai yang banyak meningkatkan sensitif erotik
4)      Klitoris, yaitu sebuah benjolan daging kecill yang paling peka dari seluruh alat kelamin perempuan. Klitoris banyak mengandung pembuluh darah san syaraf bagain atas labia minora bersatu membentuk klitoris dan bagian bawah membentuk vestibulum (dimana terletak lubang kecil)
5)      Mulut vagina yaitu awal dari vagina,  merupakan rongga penghubung rahim dengan bagian luar tubuh, lubang vagina ditutupi oleh selaput darah
6)      Selaput darah (hymen) yaitu selaput tipis yang terdapat dimuka liang vagina selaput dara tidak mengandung pembuluh darah (Herdian, 2002)

b.      Genetalia Interna
1)      Tuba Falloppii (saluran telur) yaitu diri kiri dan kanan rahim yang berfungsi untuk dilalui ovum dari indung telur menuju rahim. Unjungnya berbentuk Fimrbrae. Fimbrae (Umbai-umbai) dapat dianalogikan dengan jari-jari tangan. Umbai-umbai ini berfungsi untuk menagkap ovum yang dikeluarkan indung telur

Gambar 2.2. Genetalia Interna

2)      Ovarium  (indung telur) yaitu organ di kiri dan kanan rahim di ujung sluran fimbrae (umbai-umbai) dan terletak di rongga pinggul. Indung telur berfungis mengeluarkan sel telur. Sel telur adalah sel yang dihasilkan oleh indung telur yang dapat dibuahi oleh sperma, bila tidak dibuahi maka akan ikut keluar pada  saat  menstruasi, ovarium ini mengandung 400.000 sel telur namun hanya akan mengeluarkan 400 sel telur sepanjang kehidupannya
3)      Uterus (rahim) yaitu tempat calon bayi dibesarkan, bentuknya sperti buah alpukat gepeng sebesar  telur ayam kampung. Didnding terdiri dari lapisan parametrium  adalah lapisan yang paling luar dan lapisan yang berhubungan dengan rongga perut, lapisan miometrium adalah lapisan yang berfungsi mendorong bayi keluar dalam proses persalinan dengan kontraksi, lapisan endometium adalah lapisan dalam, tempat menempelnya sel telur sudah dibuahi. Lapisan endometrium terdir dari lapisan kelenjar yang penuh  berisi pembuluh darah
4)      Cervix (leher rahim) yaitu bagian yang bagian luarnya ditetapkan sebagai batas penis masuk kedalam vagina. Pada saat persalinan tiba, leher rahim membuka sehingga bayi dapat keluar
5)      Vagina (lubang senggama) yaitu sebuah saluran slinder dengan diameter didnding depan lebih kurang 6,5 cm dn dinding belakang lebih kurang 9 cm yang bersifat  elastis dengan berlipat-lipat. Fungsinya sebagai tempat penis berada pada waktu senggama, tempatnya keluarnya enstruasi dan bayi

2.4.      Tujuan dan Perawatan
a.       Tujuan Umum
Menyiapkan seoptimal mungkin fisik, mental ibu dan anak selama kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.

b.      Tujuan Khusus
1)      Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan nifas
2)      Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini mungkin
3)      Menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak
4)      Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi
5)      Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi
6)      Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi
7)      Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan dan komplikasi yang mungkin terjadi
8)      Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin
9)      Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan memberikan ASI eksklusif
10)  Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal

2.5.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a.       Power (Kekuatan)
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament.
1)      His (Kontraksi Uterus)
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang di mulai dari daerah fundus uteri dimana tuba falopi memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari “pacemaker” yang terdapat dari dinding uterus daerah tersebut. Sifat-sifat His antara lain yaitu:
1)      Kontraksi simetris dan terkoordinasi
2)      Fundus dominant kemudian diikuti relaksasi
3)      Involunter, intermitten
4)      Terasa sakit dan kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis

2)      Kekuatan Sekunder (Mengejan)
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong keluar, wanita merasa ingin mengedan atau usaha untuk mendorong kebawah (kekuatan skunder).
Yang paling menentukan dalam tahapan ini adalah proses mengejan ibu yang dilakukan dengan benar, baik dari segi kekuatan maupun keteraturan. Ibu harus mengejan sekuat mungkin seirama dengan instruksi yang diberikan. Biasanya ibu diminta menarik nafas panjang dalam beberapa kali saat kontraksi terjadi lalu buang secara perlahan. Ketika kontraksi mencapai puncaknya, doronglah janin dengan mengejan sekuat mungkin. Bila ibu mengikuti instruksi dengan baik, pecahnya pembuluh darah disekitar mata dan wajah bisa dihindari. Begitu juga resiko berkurangnya suplai oksigen kejanin.
Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks lengkap, tetapi setelah dialatasi serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk mendorong bayi keluar dari uterus dan vagina. Apabila dalam persalinan wanita melakukan usaha volunter (mengedan) terlalu dini, dilatasi serviks akan terhambat. Mengedan akan melelahkan ibu dan menimbulkan trauma serviks.

b.      Passeger (Penumpang)
Cara penumpang (passenger) atau janin bergerak di sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yaitu: ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia akan dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun, plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kelahiran normal.

1)      Ukuran Kepala Janin
Karena ukuran dan sifatnya yang relatif kaku, kepal janin sangat mempengaruhi proses persalinan. Tengkorak janin terdiri dari dua tulang parietal, dua tulang temporal, satu tulang frontal, dan satu tulang oksipital. Tulang- tulang ini disatukan oleh sutura membranosa: sagitalis, lambdoidalis, koronalis, dan frontalis. Rongga yang berisi membran ini disebut fontanel, terletak di tempat pertemuan sutura-sutura tersebut. Dalam persalinan, setelah selaput ketuban pecah, pada periksa dalam fontanel dan sutura dipalpasi untuk menentukan presentasi, posisi, dan sikap janin. Pengkajian ukuran janin memberi informasi usia dan kesejahteraan bayi baru lahir.

Tabel 2.1.
Tafsiran Berat Janin
Tifut (Cm)
TBJ (Gram)
H I-II
H III
H IV
20
1085
1240
1395
21
1240
1395
1550
22
1395
1550
1705
23
1550
1705
1860
24
1705
1860
2015
25
1860
2015
2170
26
2015
2170
2325
27
2170
2325
2480
28
2325
2480
2635
29
2480
2635
2790
30
2635
2790
2945
31
2790
2945
3100
32
2945
3100
3255
33
3100
3255
3410
34
3255
3410
3565
35
3410
3565
3720
36
3565
3720
3875
37
3720
3875
4030
38
3875
4030
4185
39
4030
4185
4340
40
4185
4340
4495

2)      Presentasi
Presantasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalian mencapai aterm. Tiga presentasi janin yang utama ialah kepala (kepala lebih dahulu), sungsang (bokong lebih dahulu), dan bahu. Bagian presentasi ialah bagian tubuh janin yang pertama kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan periksa dalam. Faktor-faktor yang menentukan bagian presentasi janin letak janin, sikap janin,dan ekstensi atau fleksi kepala janin.

3)      Letak Janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu panjang (punggung) ibu. Ada dua macam letak:
a)      Memanjang atau vertiak, dimana sumbu panjang janin paralel dengan sumbu panjang ibu.
b)      Melintang atau horisontal, dimana sumbu panjang janin membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu. Presentasi ini tergantung pada struktur janin yang pertama memasuki panggul ibu.

4)      Sikap Janin
Sikap ialah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian yang lain. Janin mempunyai postur yang khas (sikap) saat berada didalam rahim. Pada kondisi normal punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi kearah dada, dan paha fleksi ke arah sendi lutut. Tangan disilangkan di depan toraks dan tali pusat terletak di antara lengan dan tungkai.

5)      Posisi Janin
Posisi ialah hubungan antara bagian presentasi (oksiput, sakrum, mentum atau dagu, sinsiput atau puncak kepala yang difleksi/menengadah), terhadap empat kuadran panggul ibu.

c.       Passageway (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan – lapisan otot dasar panggul, ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai. Jalan lahir dibagi atas:

1)      Bagian Keras Tulang – Tulang Panggul ( Rangka Panggul )
Tulang panggul dibentuk oleh gabungan ilium, iskium, pubis, dan tulang – tulang sakrum. Terhadap empat sendi panggul, yaitu simfisis pubis, sendi sakroiliaka kiri dan kanan, dan sendi sakrokoksigeus. Empat jenis panggul dasar dikelompokkan sebagai berikut:
a)      Ginekoid (tipe wanita klasik)
b)      Android (mirip pinggul pria)
c)      Antropoid (mirip panggul kera antropoid)
d)     Platipeloid (panggul pipih)

Pemeriksaan tulang panggul dapat dilakukan pada evaluasi prenatal pertama dan tidak perlu diulang lagi jika panggul mempunyai ukuran yang memadai dan bentuk yang sesuai. Pada trimester ketiga kehamilan, pemeriksaan tukang panggul dapat dilakukan secara terliti, sehingga diperoleh jasil yang lebih akurat karena sendi dan panggul berelaksasi. Pengukuran tulang panggul secara tepat dapat dilakukan dengan menggunakan CT Scan, ultrasonigrafi, film sinar – X jarang dilakukan karena sinar – X dapat merusak perkembangan janin.

2)      Bagian Lunak : Otot –Otot, Jaringan – Jaringan, Ligamen – Ligament
Jaringan lunak pada jalan lahir terdiri dari segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Saat persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan kontraksi pada uteri berubah menjadi dua bagian yakni bagian atas berotot dan tebal dan bagian bawah yang berotot pasif dan berdinding tipis. Kontraksi korpus uteri menyebabkan janin tertekan ke bawah, terdorong ke arah serviks.
Serviks kemudian menipis dan berdilatasi (terbuka) secukupnya sehingga memungkinkan bagian pertama janin turun memasuki vagina. Sebenarnya saat turun, serviks ditarik ke atas dan lebih tinggi dari bagian terendah janin

d.      Psycha (Psikologi)
1)      Pengalaman Melahirkann Terdahulu  
Pengalaman  melahirkan masa lalu di gunakan untuk mengetahui obsetri yang lalu seperti lamanya persalinan, jenis anasteri dan jenis persalinan
2)      Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan pada masa lalu dan saat ini untuk mengetahui kehamilan, kelahiran di atas usia viabilitas, abortus spontan, hipertensi dan lain-lain
3)      Pertimbangan Kultur
Faktor budaya adalah penting untuk mengetahui latar belakang budaya wanita untuk mengantisipasi intervensi perawatan yang mungkin perlu ditambahkan atau dihilangkan dalam rencana perawatan individu
4)      Harapan Terhadap Persalinan
Perawat dipandang sebagai individu yang akan menerimaungkapan rasa nyeri dan bertindak sebagai penasehat, personal medis diharapkan dapat membebaskan ibu dari rasa nyeri, perawat diharapkan bersikap  menaruh perhatian, lembut, ramah dan menerima yang muncul
5)      Support System
Dukungan terbesar pada ssaat persalinan adalah suami dan keluarga (tergantung kultur)

2.6.      Tanda dan Gejala Persalinan
             Menurut Varney, (2007) ada sejumlah tanda dan gejala peringatan akan meningkatnya kesiagaan seorang wanita mendekati persalinan. Wanita tersebut mungkin mengalami semua, sebagian atau bahkan tidak sama sekali tanda gejala yang ada dibawah:

a.       Lightening
Ligtening yang mulai dirasakan kira –kira dua minggu sebelum persalinan, adalah penurunan bagian presentasi bayi kedalam pelvis minor. Pada presentasi sevalik, kepala bayi biasanya engaged setelah lightening. Saat itu, sesak nafas yang dirasakan oleh ibu opada trimester 3 berkurang, karena kondisi ini akan menciptakan ruang baru abdomen atas untuk ekspansi paru. Sebaliknya ibu akan merasa menjadi sering berkemih, perasaan tidak nyaman akibat tekanan panggul yang menyeluruh, kram pada tungkai, dan peningkatan statis pada vena.



b.      Perubahan Servik
Mendekati persalinan serviks semakin matang. Konsistensi servik menjadi seperti pudding dan terjadi sedikit penipisan.

c.       Persalinan Palsu
Persalinan palsu tediri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi pada persalinan palsu sebenarnya terjadi karena kontraksi Braxton Hicks yang tidak nyeri, yang telah terjadi sejak 6 minggu kehamilan

d.      Ketuban Pecah Dini
Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala satu persalinan. KPD dialami oleh 80% wanita hamil dan mengalami persalinan spontan dalam 24 jam

e.       Bloody Show
Plak lender disekresi serviks sebagai hasil proliferasi kelenjar lendir serviks pada awal kehamilan. Plak ini menjadi sawar pelindung dan penutup jalan lahir selama kehamilan. Plak lender inilah yang dinamakan blody show

f.       Lonjakan Energi
Wanita hamil mengalami lonjakan energi 24 sampai 48 jam sebelum terjadinya persalinan. Ia akan merasa bersemangat, setelah beberapa minggu dan hari merasa letih secara fisik dan kelelahan akibat kehamilan

g.      Gangguan Saluran Cerna
Ketika tidak ada penjelasan yang tepat untuk diare, kesulitan mencerna, mual muntah, diduga hal-hal tersebut merupakan gejala menjelang persalinan walaupun belum ada penjelasan untuk hal ini

2.7.      Fisiologis Persalinan Normal
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti/jelas. Terdapat beberapa teori antara lain:

a.       Penurunan Kadar Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya Estrogen meninggikan kerentanan otot rahim.Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar Progesteron dan Estrogen di da;lam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar Progesteron menurun sehingga timbul his

b.      Teori Oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim

c.       Keregangan Otot-Otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan

d.      Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa

e.       Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaab menunjukkan bahwa Prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intra vena, intra dan extraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga di sokong dengan adanya kadar Prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamilsebelum melahirkan atau selama persalinan

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:
a.       Kala I dimulai saat mulai persalinan sampai pembukaan lengkap (10 cm), proses ini di bagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm (Saifuddin, 2009). Pada permulaan HIS, kala pembukaan berlansung tidak begitu kuat sehingga parturient masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung selama 12  jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman diperhitungkan primigravida pembukaan 1 cm/jam pada multi 2 cm/jam. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif

b.      Kala II dimulai dari pembukaan lengkap(10 cm) sampai bayi lahir. Gejala utama kala II yaitu:
1)      His semakin kuat , dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50 sampai 100 detik
2)      Menjelang akhir kala I ketuban pecah dan ditandai dengan pengeluaran cairan secara  mendadak
3)      Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan, karena ertekannya pleksus Frankenhauser
4)      Kedua kekuatan His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu, suboksiput bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, muka, dan kepala seluruhnya. Proses ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi

c.       Kala III kala pelepasan plasenta dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah kala II kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot Rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan adanya tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang, terjadi perdarahan

d.      Kala IV dimulai dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum

Tabel 2.2.
Tahapan Persalinan
Tahap
Definisi
Durasi
Aktivitas Uterus
Manifertasi dan Prilaku Ibu
Kala I (tahap dilatasi)


Fase laten














Fase aktif
Fase transisi





















Kala II
 Tahap pelvis







Kala III
 Tahap
 plasenta






Kala IV
  Tahap pemulihan
Priode  dari kontraksi his yang sebenarnya ke dilatasi servik yang lengkap

Dimulai pada onset kontraksi yang sebenarnya dan berakhir dengan onset his aktif : 0-3-4 cm










Dimulai dengan onset his yang aktif dan berkembang ke transisi 4 – 7 cm,  dilatasi 8 -10 cm



















Periode dari dilatasi servik yang lengkap sampai kelahiran segera






Periode dari kelahiran segera sampai kelahiran membran plasenta





Dimulai dari kelahiran membrane plasenta ke 4 jam pertama pos partum
Bervariasi dengan fase



Kira-kira 6-8 jam untuk nulipara. Dan 3-5 jam untuk multipara











Kira-kira 4 – 6 jam untuk nulipara dan 2 – 4 jam untuk multipara



















Kira-kira 1 jam untuk nulipara dan ¼ - ½ jam untuk multipara






5 -30 menit








4 jam





Lemah,kontraksi sering tidak beraturan 5-30 menit, 10-30 detik durasi, servik menjadi lebih lembut, ke 3-4 cm dilatasi







Moderat ke kuat kontraksi uterus 2 – 5 menit, 30 – 90 detik durasi : dilatasi servik untuk nulipara 1-2 cm/jam, 1-5 cm/jam untuk multipara















Kontraksi uterus kuat 2-3 menit, 45-90 detik durasi, dan dimulainya tekanan intra abdomen



Kontraksi uterus kuat: terjadi perubahan  uterus ke globular, dan dimulainya tekanan intra abdomen

Uterus kembali ke posisi 2 jari di atas pusat





Wanita umumnya merasa sedikit kagum, aktif berbicara atau terkadang diam, tenang, atau cemas, mengalami kram abdomen, nyeri punggung belakang, rupture membrane, nyeri yang tidak terkontrol dengan baik.

Umumnya wanita merasakan ketidak nyamanan, mual dan muntah, kemerahan, perasaan tertekan pada kandung kemih dan rectum, nyeri bagian belakang, pucat, amnesia antara kontraksi : transisi menjadi lebih meningkat, perasaan kehilangan control, memfokuskan diri, menjadi lebih mudah tersinggung, dan desakan dan tekanan pada daerah rectal

Mengalami penurunan nyeri, tekanan pada rectum dan desakan perineum, terdapat keinginan untuk mendengkur dan terdengar suara nafas.

Focus pada kelahiran bayi, kekaguman akan kelahiran bayi, perasaan.




Eksplorasi kelahiran bayi, dimulainya integrasi keluarga dan respon terhadap kelahiran bayi

Mekanisme persalinan merupakan serangkaian perubahan posisi dari bagian presentasi janin yang merupakan suatu bentuk adaptasi atau akomodasi bagian kepala janin terhadapjalan lahir. Presentasi janin paling umum dipastikan dengan palpasi abdomen dan kadangkala diperkuat sebelum atau pada saat awal persalinan dengan pemeriksaan vagina (toucher).
Dalam mempelajari mekanisme persalinan ini, sebelumnya kita harus mempunyai pemahaman yang baik tentang anatomi panggul dan jalan lahir serta anatomi dari kepala janin. Di samping itu perlu juga memahami definisi dari istilah berikut: letak, sikap, presentasi, denominator dan posisi janin.
Janin dengan presentasi belakang kepala, ditemukan hampir sekitar 95 % dari semua kehamilan.Presentasi janin paling umum dipastikan dengan palpasi abdomen dan kadangkala diperkuat sebelum atau pada saat awal persalinan dengan pemeriksaan vagina (toucher). Pada kebanyakan kasus, presentasi belakang kepala masuk dalampintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang. Oleh karena itu kita uraikan dulu mekanisme persalinan dalam presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil melintang dan anterior. Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah:
a.       Penurunan kepala
b.      Fleksi
c.       Rotasi dalam (putaran paksi dalam)
d.      Ekstensi
e.       Rotasi luar ( putaran paksi luar)
f.       Ekspulsi

            Dalam kenyataannya beberapa gerakan terjadi bersamaan, akan tetapi untuk lebih jelasnya akan dibicarakan gerakan itu satu persatu.

a.                   Penurunan Kepala
Pada primigravida, masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul  biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan jika pada primigravida mingu ke 36 kepala belum masuk ke pintu atas panggul harus mendapat perhatian karena ada beberapa kemungkinan seperti terdapat kesempitan panggul, lilitan tali pusat, kepala janin dalam keadaan ekstensi, kemungkinan plasenta previa, tumor yang menghalangi masuk ke PAP dan pendular abdomen (Manuaba, 2010). Namun pada multigravida biasanya kepala masuk PAP baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam PAP, biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul (PAP), dapat dalam keadaan asinklitismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di antara simpisis dan promontorium.
Pada sinklitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke belakang mendekati promontorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan asinklitismus, ada 2 jenis asinklitismus yaitu : Asinklitismus posterior adalah apabila sutura sagitalis mendekati simpisis dan os  parietal    belakang lebih rendah dari os parietal depan. Asinklitismus anterior yaitu apabila Bila sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang.
Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I dan kala II persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan retraksi dari segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan langsung fundus pada bokong janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawah rahim, sehingga terjadi penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini menyebabkan bayi terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala ini juga disebabkan karena tekanan cairan intra uterine, kekuatan mengejan atau adanya kontraksi otot-otot abdomen dan melurusnya badan anak.
1)      Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di antara simpisis dan promontorium
2)      Sutura sagitalis mendekati simpisis dan os  parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan
3)      Sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang

b.                  Fleksi
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi yang ringan. Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin sehingga ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar hal ini disebabkan karena adanya tahanan dari dinding seviks, dinding pelvis dan lantai pelvis. Dengan adanya fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter suboccipito frontalis (11 cm). sampai di dasar panggul, biasanya kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.

c.                   Rotasi Dalam (Putaran Paksi Dalam)
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar ke depan ke bawah simpisis.

d.                  Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil berada di bawah simpisis, maka terjadilah ekstensi dari kepala janin. Hal ini di sebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan fleksi untuk melewatinya. Kalau kepala yang fleksi penuh pada waktu mencapai dasar panggul tidak melakukan ekstensi maka kepala akan tertekan pada perineum dan dapat menembusnya.
Subocciput yang tertahan pada pinggir bawah simpisis akan menjadi pusat pemutaran (hypomochlion), maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum: ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan dagu bayi dengan gerakan ekstensi.

e.                   Rotasi Luar (Putaran Paksi Luar)
            Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala bayi memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami putaran dalam dimana ukuran bahu (diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan itu kepala bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadikum sepihak.
f.                   Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simpisis dan menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu bayi lahir, selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan sumbu jalan lahir.

2.8. Komplikasi Persalinan

a.       Perdarahan Masa Nifas

Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca persalinan adalah perdarahan dengan jumlah lebih dari 500 ml setelah bayi lahir. Ada dua jenis menurut waktunya, yaitu perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan perdarahan nifas. Penyebab tersering adalah atoni uteri, yakni otot rahim tidak berkontraksi sebagaimana mestinya segera setelah bayi lahir. Normalnya, setelah bayi dan plasenta lahir otot-otot rahim akan berkontraksi sehingga pembuluh darah akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Namun, terjadi atoni uteri, rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik, sehingga pembuluh darah tetap terbuka. Dengan demikian terjadilah perdarahan postpartum.

b.      Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum)

Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi setelah ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, yang dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang waktu enam jam dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius dan tidak ditemukan penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum.
Infeksi yang secara langsung berhubungan dengan proses persalinan adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina. Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan.
Beberapa keadaan pada ibu yang mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi post partum, antara lain anemia, hipertensi pada kehamilan, pemeriksaan pada vagina berulang-ulang, penundaan persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketuban pecah, persalinan lama, operasi caesar, tertinggalnya bagian plasenta didalam rahim, dan terjadinya perdarahan hebat setelah persalinan.
Gejalanya antara lain menggigil, sakit kepala, merasa tidak enak badan, wajah pucat, denyut jantung cepat, peningkatan sel darah putih, rasa nyeri jika bagian perut ditekan, dan cairan yang keluar dari rahim berbau busuk. Jika infeksi menyerang jaringan disekeliling rahim, maka nyeri dan demamnya lebih hebat.

c.       Ruptur Uteri

Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan pada rahim atau rahim tidak utuh. Terdapat keadaan yang meningkatkan kejadian ruptur uteri, misalnya ibu yang mengalami operasi caesar pada kehamilan sebelumnya. Selain itu, kehamilan dengan janin yang terlalu besar, kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti pada kehamilan kembar, dapat pula menyebabkan rahim sangat teregang dan menipis sehingga robek. Gejala yang sering muncul adalah nyeri yang sangat berat dan denyut jantung janin yang tidak normal.

d.      Trauma Perineum

Parineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus. Trauma perineum adalah luka pada perineum sering terjadi saat proses persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagian tubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek.
Berdasapkan tingkat keparahannya, trauma perineum dibagi menjadi derajat satu hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya luka pada lapisan kulit dan lapisan mukosa saluran vagina. Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat dua, luka sudah mencapai otot. Trauma derajat tiga dan empat meliputi daerah yang lebih luas, bahkan pada derajat empat telah mencapai otot-otot anus, sehingga pendarahannya pun lebih banyak.

Trauma parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan seperti ukuran janin terlalu besar, proses persalinan yang lama, serta penggunaan alat bantu persalinan (misal forsep).
KONSEP PRE EKLAMPSIA BERAT
2.1.      Definisi Pre Eklampsia Berat
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum (Cunningham FG, 2003).
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh darah (Anonim, 2010).
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat (Anonim, 2010).
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius (Anonim, 2010).
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia (Anonim, 2010).
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal (Anonim, 2010).
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Subianto, 2010).

2.2.      Etiologi
Preeklampsia dapat di temui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsi (Anonim, 2010). Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia.

·      Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
·      Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat
·      Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak negara
·      Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai + 25%
·      Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin
·      Diet/ gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain: kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight
·      Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
·      Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok: insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi
Aktifitas fisik selama hamil: istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan
·      Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
·      Hidrops fetalis: berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
·      Diabetes mellitus: angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya.
·      Mola hidatidosa: diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/ pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.
·      Riwayat pre-eklampsia
·      Kehamilan pertama
·      Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
·      Obesitas
·      Kehamilan multiple
·      Diabetes gestasional
·      Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :

·         Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.

·         Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia:
a)      Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum.
b)      Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia  diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.

·         Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan  retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.

·         Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a)      Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b)      Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c)      Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
·         Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi  yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.

·         Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.3.      Patofisologi
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan gangguan  vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.

Fungsi organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.


Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.


Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).

Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
·            Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang
·            Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi
·            Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin

2.3.            Manifestasi Klinis
Gejala preeklampsia adalah:
·         Hipertensi
·         Edema
·         Proteinuria
·         Gejala subjektif: sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan



Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut:
·         TD ≥ 160 / 110 mmHg
·         Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif  3+ / 4+
·         Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam
·         Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
·         Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan
·         Nyeri epigastrium
·         Edema paru atau sianosis
·         Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
·         HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts)
·         Koma

Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala hipertensi dan proteinuria.

2.4.            Komplikasi
·               Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
·               Hipofibrinogenemia
·               Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada penderita pre-eklampsia
·               Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia
·               Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri
·               Edema paru
·               Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim
·               Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
·               Prematuritas
·               Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal
·               DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai tahap eklampsia

2.6.      Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.



2.7.      Penatalaksanaan Medis
a.      Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut:
·            Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita
·            Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah)
·            Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat
·            Pada penderita terpasang infus dengan blood set
·            Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops
·            Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel

b.      Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:
·               Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal
·               Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal

1)   Perawatan Aktif
a)      Indikasi
·      Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
·      Adanya gejala-gejala impending eklampsia
·      Adanya Sindrom Hellp
·      Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
·      Apabila perawatan konservatif gagal

b)      Pengobatan Medisinal
1)   Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD
2)   Tirah baring miring ke satu sisi
3)   Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam
4)   Antasida
5)   Anti kejang:
Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
-       Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit
-       Refleks patella positif kuat
-       Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)
-       Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)

Cara Pemberian:
-       Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau  kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan  1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM
-       Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari

Penghentian MgSO4 :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
-       Hentikan pemberian magnesium sulfat
-       Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
-       Berikan oksigen.
-       Lakukan pernapasan buatan.
Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif)

Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan,  rawat di ruang  ICU

6)      Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im

7)      Anti hipertensi
Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.

8)      Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D

9)       Lain-lain
-       Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan  mata
-       Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM
-       Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari
-       Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir
-       Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

c)  Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu:
§      Induksi persalinan: tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
§      Seksio sesaria bila:
Ø      Fetal assesment jelek
Ø      Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
Ø      12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu:
Kala I
§         Fase laten: 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
§         Fase aktif:
Ø      Amniotomi saja
Ø      Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin)


Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan kortikosteroid

2)   Perawatan Konservatif
a)      Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari  37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik
b)      Pengobatan medisinal: Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan
c)      Pengobatan obstetri:
·      Selama perawatan konservatif: observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi
·      MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam
·      Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi
·      Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous



d)     Penderita dipulangkan bila:
·      Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari
·      Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)

c.       Pencegahan
1)      Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda
2)      Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan
3)      Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan

III.       KONSEP EKSTRAKSI FORCEP
2.1.      Definisi Ekstraksi Forcep
Ekstraksi forceps atau ekstraksi cunam adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan tarikan cunam yang dipasang di kepala janin. Forceps digunakan untuk menolong persalinan bayi dengan presentasi verteks, dapat digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada jalan lahir pada saat daun forceps dipasang.
Tindakan forceps rendah (forceps pintu bawah panggul) adalah tindakan pemasangan forceps setelah kepala bayi mencapai dasar perineum, sutura sagitalis berada pada diameter anteroposterior dan kepala bayi tampak diintroitus vagina.
Tindakan forceps tengah (midforseps) adalah tindakan pemasangan porceps sebelum kriteria untuk porceps rendah dipenuhi, tetapi setelah engagement kepala bayi terjadi. Adanya engagement biasanya dapat dibuktikan secara klinis oleh penurunan bagian terendah kepala sampai atau dibawah spina iskiadika dan pintu atas panggul biasanya lebih besar dari pada ajarak dan pintu atas panggul biasanya lebih besar daripada jarak diameter biparietal dengan bagian kepala bayi yang paling bawah.
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan porceps yang dipasang pada kepalanya (Prawirohardjo, 2008).
Cunam ialah suatu alat kebidanan untuk melahirkan janin dengan tarikan pada kepalanya; disamping itu alat tersebut dapat digunakan untuk menyelenggarakan putaran kepala janin. Cunam dipakai untuk membantu atau mengganti HIS, akan tetapi sekali-kali tidak boleh digunakan untuk memaksa kepala janin melewati rintangan dalam jalan lahir yang tidak dapat diatasi oleh kekuatan HIS yang normal. Jika prinsip pokok ini tidak diindahkan, maka ekstraksi cunam mengakibatkan luka pada ibu dan terutama pada anak (Prawirohardjo, 2008).
Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat cunam. (Saifuddin, 2009).

2.2.      Tujuan Ekstaksi Forcep
·         Traksi: Yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan, yang disebabkan oleh karena satu dan lain hal
·         Koreksi: Yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan depan atau sekali-kali UUK melintang kiri dan kanan atau UUK kiri atau kanan belakang menjadi UUK depan (dibawah simfisis pubis)
·         Kompresor: untuk menambah moulage kepala




2.3.      Jenis Ekstraksi Forcep
·         High Forceps
Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin belum masuk pintu atas panggul (floating). Saat ini tidak dilakukan lagi karena sangat berbahaya bagi janin ataupun ibu. Sectio cesarean lebih direkomendasikan

·         Mid Forceps
Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin sudah masuk pintu atas panggul (engaged), namun belum mencapai dasar panggul. Saat ini tidak dilakukan lagi. Sectio Cesarea ataupun vakum lebih direkomendasikan

·         Low Forceps/ Outlet Forceps
      Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin sudah mencapai dasar panggul. Cara ini yang masih sering dipakai hingga saat ini

2.4.      Jenis Pemasangan Ekstraksi Forcep
·         Pemasangan sefalik (Cephalic forceps)
Dimana cunam dipasang biparietal, atau sumbu panjang cunam sejajar dengan diameter mento-occiput kepala janin. Pemasangan sefalik adalah cara yang paling aman baik untuk ibu maupun janin

·         Pemasangan pelvic (Pelvic forceps)
Dimana pemasangannya dalam keadaan sumbu panjang cunam sejajar dengan sumbu panjang panggul

Pemasangan forceps yang sempurna , jika memenuhi kriteria berikut:
·         Forceps terpasang biparietal kepala , atau sumbu panjang forceps sejajar dengan sumbu diameter mento-oksiput kepala janin, melintang terhadap panggul
·         Sutura sagitalis berada di tengah kedua daun forceps yang terpasang, dan tegak lurus dengan cunam
·         Ubun ubun kecil berada kira-kira 1 cm di atas bidang tersebut

2.5.      Syarat Dalam Melakukan Ekstraksi Forcep
·         Pembukaan lengkap
·         Presentasi belakang kepala
·         Panggul luas / tidak ada DKP
·         Ketuban sudah pecah
·         Kepala sudah engaged, sudah berada di dasar panggul
·         Janin tunggal hidup

2.6.      Indikasi dan Kontra Indikasi Ekstraksi Forcep
a.                   Indikasi Relatif
Pada indikasi relative, forceps dilakukan secara elektif (direncanakan), ada dua:
·         Indikasi menurut De Lee
Forceps dilakukan secara elektif, asal syarat untuk melakukan ekstraksi terpenuhi
·         Indikasi menurut Pinard
Indikasi menurut Pinard hampir sama dengan menurut De Lee, namun ibu harus dipimpin dulu mengejan selama 2 jam

b.                  Indikasi Absolut
·         Indikasi Ibu: Ekstraksi forceps dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan pre-eklampsi, eklampsi, atau ibu-ibu dengan penyakit jantung, paru, partus kasep
·         Indikasi Janin: pada keadaan gawat janin
·         Indikasi waktu: pada kala dua lama

Kontraindikasi
·         Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka dengan mento posterior).
·         Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)
·         Janin sudah lama mati sehingga kepala tidak bulat dan keras lagi, sehingga kepala sulit dipegang dengan forsep
·         Anencephalus
·         Adanya disproporsi sefalok-pelvik
·         Kepala masih tinggi (ukuran terbesar kepala belum melewati pintu atas panggul)
·         Pembukaan belum lengkap
·         Pasien bekas operasi vesiko-vaginal fistel
·         Jika lingkaran kontraksi patologik Band sudah hampir setinggi pusat atau lebih

2.7.      Prosedur Pemasangan Forcep
Ad.1.   Membayangkan
Setelah persiapan selesai, penolong berdiri di depan vulva , memegang kedua cunam dalam keadaan tertutup dan membayangkan bagaimana cunam terpasang pada kepala

http://4.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_NbMq68oI/AAAAAAAAAh0/WRJdvU4uIEo/s320/forceps_membayangkan.jpg

Ad.2.   Memasang forceps
Pada pasien ini UUK janin adalah UUK kanan depan, jadi forceps yang dipasang adalah forceps kiri terlebih dahulu, yaitu forceps yang dipegang tangan kiri penolong dan dipasang di sisi kiri ibu.
Forceps kiri dipegang dengan cara seperti memegang pensil, dengan tangkai forceps sejajar dengan paha kanan ibu, sambil empat jari tangan kanan penolong masuk ke dalam vagina. Forceps secara perlahan dipasang dengan bantuan ibu jari tangan kanan. Jadi bukan tangan kiri yang mendorong forceps masuk ke dalam vagina.
Setelah forceps kiri terpasang, asisten membantu memegang forceps kiri tersebut agar tidak berubah posisi. Dan penolong segera memasang forceps kanan, yaitu forceps yang dipegang oleh tangan kanan penolong, dan dipasang di sisi kanan ibu. Forceps kanan dipegang seperti memegang pensil, dengan tangkai forceps sejajar dengan paha kiri ibu, sambil empat jari tangan kiri penolong masuk ke dalam vagina. Forceps dipasang dengan tuntunan ibu jari tangan kiri penolong. Setelah forceps terpasang , dilakukan penguncian

http://4.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_Nn7SDb0I/AAAAAAAAAiE/HET1J_4gNAM/s320/forceps_memasang+forceps+kanan.jpg


http://1.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_NiuyVpxI/AAAAAAAAAh8/rwQjyfNSnlY/s320/forceps_memasang+forceps+kanan.jpg

Ad.3.   Penguncian Forceps
Penguncian dilakukan setelah forceps terpasang. Bila penguncian sulit dilakukan, jangan dipaksa, tapi periksa kembali apakah pemasangan telah benar, dan dicoba pemasangan ulang. Apabila forceps kir yang dipasang duluan, maka penguncian dilakukan secara langsung, dan bila forceps kanan yang dipasang duluan , maka forceps dikunci secara tidak langsung.

http://4.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_NUnLsqHI/AAAAAAAAAhs/RLAnvXN3QGg/s320/forceps_mengunci+forceps.jpg

Ad.4.   Pemeriksaan Ulang
Setelah forceps terpasang dan terkunci, dilakukan pemeriksaan ulang, apakah forceps telah terpasang dengan benar, dan tidak ada jalan lahir / jaringan yang terjepit

Ad.5.   Traksi Percobaan
Setelah yakin tidak ada jaringan yang terjepit, maka dilakukan traksi percobaan. Penolong memegang pemegang forceps dengan kedua tangan , sambil jari telunjuk dan tengah tangan kiri menyentuh kepala janin, lalu dilakukan tarikan. Apabila jari telunjuk dan tengan tangan kiri tidak menjauh dari kepala janin, berarti forceps terpasang dengan baik, dan dapat segera dilakukan traksi definitive. Apabila jari telunjuk dan tengah tangan kiri menjauh dari kepala janin, berarti forceps tidak terpasang dengan baik, dan harus dilakukan pemasangan ulang.
http://4.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_NHWURLWI/AAAAAAAAAhc/mU-29KbR9TY/s320/forceps_traksi+percobaan.jpg

Ad.6.   Traksi defrinitif
Traksi definitive dilakukan dengan cara memegang kedua pemegang forceps dan penolong melakukan traksi. Traksi dilakukan hanya menggunakan otot lengan. Arah tarikan dilakukan sesuai dengan bentuk panggul. Pertama dilakukan tarikan cunam ke bawah, sampai terlihat occiput sebagai hipomoklion, lalu tangan kiri segera menahan perineum saat kepala meregang perineum. Kemudian dilakukan traksi ke atas hanya dengan menggunakan tangan kanan sambil tangan kiri menahan perineum. Kemudian lahirlah dahir, mata, hidung, mulut bayi.

http://3.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_NN_cuelI/AAAAAAAAAhk/PiMJPcaSrDM/s320/forceps_traksi+definitif.jpg

http://4.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_M_E6G1hI/AAAAAAAAAhU/rlpttjq8uLg/s320/forceps_hipomoklion.jpg

Ad.7.   Melepaskan cunam
Setelah kepala bayi lahir, maka cunam dilepaskan dan janin dilahirkan seperti persalinan biasa.

http://2.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/Sx_NvDuE37I/AAAAAAAAAiM/rCnnj7zl50g/s320/forceps_melepas+sendok.jpg

2.9.      Komplikasi Ekstraksi Forcep
·         Komplikasi-komplikasi pada janin
·         hematoma pada kepala
·         Perdarahan dalam tengkorak (intra cranial hemorrahage)
·         Erb’s paralyse
·         Fractura crania
·         Protusio bulbi
·         Perdarahan didalam corpus vitrium mata.
·         Luka lecet pada kepala
·         Facialis parese

Komplikasi-kompliaksi pada ibu:
·         Ruptura uteri
·         Kolpoporrhexis
·         Symfisiolisis
·         Shock
·         Perdarahan postpartum
·         Pecahnya varices dari pada vagina













IV.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
2.1.      Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu pre eklampsi berat antara lain sebagai berikut:
a.     Identitas Umum Ibu
b.    Data Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Dahulu
-        Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
-        Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan terdahulu
-        Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas
-        Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis

Riwayat Kesehatan Sekarang
-        Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal
-        Terasa sakit flu di ulu hati/nyeri epigastrium
-        Gangguan virus : penglihatan kabur,skotoma,dan diplopia
-        Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan
-        Gangguan serebral lainnya ; terhuyung-huyung, refleks tinggi,dan tidak tenang
-        Edema pada ekstermitas
-        Tengkuk terasa berat
-        Kenaikan berat badan mencapai 1 kg perminggu

Riwayat Kesehatan Keluarga
-       Kemungkinan mempunyai riwayat preeklampsi ringan atau berat dan eklampsi dalam keluarga

Riwayat Perkawinan
-      Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun
c.     Pemeriksaan Fisik Biologis
Keadaan umum           : Lemah
Kepala                         : Sakit kepala, wajah edema
Mata                            : Konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina
Pencernaan abdomen  : Nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan muntah
Ekstermitas                 : Edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari kaki
Sistem persarafan        : Hiper refleksia, klonus pada kaki
Genitourinaria             : Oliguria, proteinuria
Pemeriksaan janin       : Bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin melemah

d.    Pemeriksaan Penunjang
·         Pemeriksaan Laboratorium
Penurunan hemoglobin (nilai rujukan ata kadar normal hemoglobin utk wanita hamil adalah 12-14gr%)
Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
Urinalisis: ditemukan protein dalam urin
Bilirubin meningkat (N= <1 mg/dl)
LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
Aspartat aminotransferase (AST) >60 ul
Serum glutamat pirufat trasaminase (SGOT) meningkat (N= 6,7-8,7 g/dl)
Tes kimia darah: asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)

·         Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi: ditemukannya retardasi pertumbuhan janin intrauterus. Pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit
Kardiografi: diketahui denyut jantung bayi lemah
e.     Data Sosial Ekonomi
Pre eklampsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golongan ekonomi rendah, karena mereka kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal yang teratur

f.      Data Psikologis
Biasanya ibu pre eklampsia ini berada dalam kondisi yang labil dan mudah marah, ibu merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam kandungannya, dia takut anaknya nanti lahir cacat atau meninggal dunia, sehingga ia takut untuk melahirkan

2.2.      Diagnosa Keperawatan
·         Kelebihan volume cairan interstisial yang berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubhan permeabilitas pembuluh darah
·         Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan hipovolemia/ penurunan aliran balik vena
·         Resiko cedera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta
·         Resiko cedera pada ibu yang berhubungan dengan edema/ hipoksia jaringan, kelang tonik klonik

2.3.      Intervensi Keperawatan
·         Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubhan permeabilitas pembuluh darah
Tujuan: Setelah diberikan intervensi keperawatan diharapkan kelebihan volume cairan berkurang atau hilang
Kriteria Hasil:
-          Intake dan output seimbang
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal

No.
Intervensi
Rasional
1





2





3


4


5



6
Pantau dan catat intake dan output setiap hari




Pemantauan tanda-tanda vital, catat waktu pengisisan kapiler (capillary refill time-CRT)



Memantau atau menimbang berat badan ibu

Observasi keadaan edema


Berikan diet rendah garam sesuia hasil kolaborasi dengan ahli gizi


Kaji distensi vena jugularis dan perifer

Dengan memantau intake dan output diharapkan dapat diketahui adanya keseimbangan cairan dan dapat diramalkan keadaan dan kerusakan glomerulus

Dengan memantau tanda-tanda vital dan pengisian kapiler dapat dijadikan pedoaman untuk penggantian cairan atau menilai respons dari kardiovaskuler

Keadaan edema merupakan indikator keadaan cairan dalam tubuh

Diet rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan

Retensi cairan yang berlebihan bisa dimanifestasikan dengan pelebaran vena jugularis dan edema perifer

Diuretik dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dan menghambat penyerapan sodium dan air dalam tubulus ginjal

·         Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/ penurunan aliran balik vena
Tujuan: Setelah diberikan intervensi keperawatan diharapkan  penurunan curah jantung berkurang atau hilang
Kriteria Hasil:
-          Tidak terdapat edema
-          Tidak terdapat sesak napas
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal

No.
Intervensi
Rasional
1




2


3






4





5

Pemantauan nadi dan tekanan darah




Lakukan tirah baring pada ibu dengan posisi miring kiri

Pemantauan parameter hemodinamik invasif (kolaborasi)





Berikan obat antihipertensi sesuai kebutuhan berdasarkan kolaborasi dengan dokter



Pemantauan tekanan darah dan obat hipertensi

Dengan memantau nadi dan tekanan darah dapat melihat peningkatan volume plasma, relaksasi vaskular dengan penurunan tahanan perifer

Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi ginjal

Memberikan gambaran akurat dari perubahan vaskular dan volume cairan. Konstruksi vaskular yang lama, peningkatan dan hemokonsentrasi, serta perpindahan cairan menurunkan curah jantung

Obat antihipertensi bekerja secara langsung pada arteriola untuk meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskular dan membantu meningkatkan suplai darah

Mengetahui efek samping yang terjadi seperti takikardi, sakit kepala, mual, muntah, dan palpitasi


·         Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta
Tujuan: Setelah diberikan intervensi keperawatan diharapkan cidera pada janin tidak terjadi
Kriteria Hasil:
-          Janin tidak cidera
-          Pengisian kapiler normal

No.
Intervensi
Rasional
1






2





3






4






5

Istirahatkan ibu






Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri





Pantau tekanan darah ibu






Memantau bunyi jantung janin






Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter

Dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolisme tubuh menurun dan peredaran darah keplasenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan oksigen untuk janin dapat dipenuhi

Dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena kava dibagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar, sehingga aliran darah ke plasenta menjadi lancar

Dengan memantau tekanan darah ibu dapat diketahui keadaan aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke plasenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang

Dengan memantau bunyi jantung janin dapat diketahui keadaan jantung janin lemah atau menurun menandakan suplai oksigen ke plasenta berkurang, sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya

Dengan obat anti hipertensi akan menurunkan tonus arterei dan menyebabkan penurunan afterload jantung dengan vasodilatasi pembuluh darah, maka aliran darah ke plasenta menjadi adekuat

·         Resiko cedera pada ibu berhubungan dengan edema/ hipoksia jaringan, kelang tonik klonik
Tujuan: Setelah diberikan intervensi keperawatan diharapkan resiko cidera tidak terjadi
Kriteria Hasil:
-          Cidera tidak terjadi
-          Tidak terjadi kejang

No.
Intervensi
Rasional
1






2





3
Pantau tekanan darah ibu






Beri penjelasan cara mengkaji dan mencatat tekanan darah, aktivitas janin, memeriksa protein dalam air kemih, edema, dan menimbang berat badan tiap hari

Diskusikan tanda dan gejala bahaya dan instruksikan klien memberitahu dokter segera bila ada perubahan

Dengan memantau tekanan darah ibu dapat diketahui keadaan aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke plasenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang

Mengobservasi dan melakukan ketrampilan baru meningkatkan kepercayaan diri dan memberi kepastian


Pengetahuan memampukan klien untuk menjadi mitra kerja dalam perawatan dirinya sendiri; pengetahuan menjadi dasar pengambilan keputusan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar