BAB II
TINJAUAN TEORITIS
I. KONSEP PERSALINAN
2.1. Definis Kehamilan
Masa kehamilan dimulai dari hasil
konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu
atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama haid terakhir (Saifuddin,
2009).
Proses kehamilan merupakan mata
rantai yang berkesinambung dan terdiri dari: ovulasi, migrasi spermatozoa dan
ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implatansi) pada uterus,
pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba,
2010).
Kehamilan di bagi dalam 3 triwulan
pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat
sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (saifuddin,
2009).
Proses kehamilan adalah proses dimana bertemunya sel telur dengan sel
sperma hingga terjadi pembuahan. Proses kehamilan (gestasi) berlangsung selama
40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir. Usia
kehamilan sendiri adalah 38 minggu, karena dihitung mulai dari tanggal konsepsi
(tanggal bersatunya sperma dengan telur), yang terjadi dua minggu setelahnya
(Arif, 2000).
Menurut Federasi Obstertri dan Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan
dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10
bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi
dalam tiga trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu (minggu ke-1 hingga ke-27) dan trimester ketiga 13
minggu (minggu ke-28 hingga 40) (Prawirohardjo, 2008).
2.2. Definisi Persalinan
Persalinan dan kelahiran normal adalah pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan 37-40 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun pada
janin ( Saifuddin, 2009).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit (JNPK-KR,
2008).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan
selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa
desertai adanya penyulit, persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks (APN 2008).
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan
perubahan serviks. Beberapa istilah yang berkaitan dengan usia kehamilan dan
berat janin yang dilahirkan sebagai berikut (Manuaba, 2010) :
a. Abortus ,terhentinya dan dikeluarkannya
hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan: usia kehamilan sebelum 28
minggu , berat janin kurang dari 1000 gram
b. Persalinan prematuritas. Persalinan yang
terjadi saat usia kehamilan 28 minggu sampai 36 minggu , berat janin kurang
dari 2500 gram
c. Persalinan aterm. Persalinan antara usia
kehamilan 37 sampai 42 minggu berat janin di atas 2500 gram
d. Persalinan serotinus. Persalinan antara
usia kehamilan 37 sampai 42 minggu berat janin di atas 2500 gram
e. Persalinan presipitatus . persalinan
berlangsung cepat kurang dari 3 jam.
Menurut
cara persalinan dibagi menjadi :
a.
Persalinan
biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup
bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang
kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran
itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan
tanpa komplikasi
b.
Persalinan
abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun melalui
dinding perut dengan operasi caesarea
2.3.
Anatomi dan Fisiologi
a.
Genetalia
Eksterna
1)
Mons pubis yaitu jaringan lemak subkutan bulat lunak dan
merupakan jaringan ikat yang berada di atas simfisis pubis, yang banyak
mengadung minyak dan di tumbuhi rambut hitam, kasar dan ikat. Berfungsi dalam
seksualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus
Gambar 2.1.
Genetalia Eksterna
2)
Labia mayora yaitu dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis, berfungsi
untuk melindungi labia minora, meatus urinarius, dan intoitus vagina
3)
Labia minora yaitu terletak di bawah atau sebelah dalam dari
labio mayora dan mengelilingi lubang vagina dan uretra. Kelenjar-kelenjar labio
minora melumasi vulva. Suplai yang banyak meningkatkan sensitif erotik
4) Klitoris, yaitu sebuah benjolan daging kecill yang paling
peka dari seluruh alat kelamin perempuan. Klitoris banyak mengandung
pembuluh darah san syaraf bagain atas labia minora bersatu membentuk klitoris
dan bagian bawah membentuk vestibulum (dimana terletak lubang kecil)
5)
Mulut
vagina yaitu awal dari vagina, merupakan rongga penghubung rahim dengan
bagian luar tubuh, lubang vagina ditutupi oleh selaput darah
6) Selaput darah (hymen) yaitu selaput tipis yang terdapat dimuka
liang vagina selaput dara tidak mengandung pembuluh darah (Herdian, 2002)
b.
Genetalia
Interna
1) Tuba Falloppii (saluran telur) yaitu diri kiri dan kanan rahim
yang berfungsi untuk dilalui ovum dari indung telur menuju rahim. Unjungnya
berbentuk Fimrbrae. Fimbrae (Umbai-umbai) dapat dianalogikan dengan
jari-jari tangan. Umbai-umbai ini berfungsi untuk menagkap ovum yang
dikeluarkan indung telur
Gambar 2.2. Genetalia Interna
2) Ovarium (indung
telur) yaitu organ di kiri dan kanan rahim di ujung sluran fimbrae (umbai-umbai)
dan terletak di rongga pinggul. Indung telur berfungis mengeluarkan sel telur.
Sel telur adalah sel yang dihasilkan oleh indung telur yang dapat dibuahi oleh
sperma, bila tidak dibuahi maka akan ikut keluar pada saat
menstruasi, ovarium ini mengandung 400.000 sel telur namun hanya akan
mengeluarkan 400 sel telur sepanjang kehidupannya
3) Uterus (rahim) yaitu tempat calon bayi dibesarkan,
bentuknya sperti buah alpukat gepeng sebesar
telur ayam kampung. Didnding terdiri dari lapisan parametrium adalah lapisan yang paling luar dan lapisan
yang berhubungan dengan rongga perut, lapisan miometrium adalah lapisan
yang berfungsi mendorong bayi keluar dalam proses persalinan dengan
kontraksi, lapisan endometium adalah lapisan dalam, tempat menempelnya
sel telur sudah dibuahi. Lapisan endometrium terdir dari lapisan
kelenjar yang penuh berisi pembuluh
darah
4) Cervix (leher rahim) yaitu bagian yang bagian luarnya
ditetapkan sebagai batas penis masuk kedalam vagina. Pada saat
persalinan tiba, leher rahim membuka sehingga bayi dapat keluar
5) Vagina (lubang senggama) yaitu sebuah saluran slinder
dengan diameter didnding depan lebih kurang 6,5 cm dn dinding belakang lebih
kurang 9 cm yang bersifat elastis dengan
berlipat-lipat. Fungsinya sebagai tempat penis berada pada waktu
senggama, tempatnya keluarnya enstruasi dan bayi
2.4. Tujuan dan Perawatan
a.
Tujuan
Umum
Menyiapkan seoptimal mungkin fisik, mental ibu dan anak selama kehamilan,
persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.
b.
Tujuan
Khusus
1) Mengenali dan menangani penyulit-penyulit
yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan nifas
2) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit
yang mungkin diderita sedini mungkin
3) Menurunkan angka mortalitas dan morbiditas
ibu dan anak
4) Memberikan nasihat-nasihat tentang cara
hidup sehari-hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan
laktasi
5) Memantau kemajuan kehamilan untuk
memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi
6) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
fisik, mental dan sosial ibu dan bayi
7) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan
dan komplikasi yang mungkin terjadi
8) Mempersiapkan persalinan cukup bulan,
melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin
9) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan
normal dan memberikan ASI eksklusif
10) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam
menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal
2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a.
Power
(Kekuatan)
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-otot
perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament.
1) His (Kontraksi Uterus)
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos
dinding uterus yang di mulai dari daerah fundus uteri dimana tuba falopi
memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari “pacemaker” yang terdapat dari dinding
uterus daerah tersebut. Sifat-sifat His antara lain yaitu:
1)
Kontraksi
simetris dan terkoordinasi
2)
Fundus
dominant kemudian diikuti relaksasi
3)
Involunter,
intermitten
4)
Terasa
sakit dan kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis
2) Kekuatan Sekunder (Mengejan)
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi
berubah, yakni bersifat mendorong keluar, wanita merasa ingin mengedan atau
usaha untuk mendorong kebawah (kekuatan skunder).
Yang paling menentukan dalam tahapan ini adalah proses mengejan ibu yang
dilakukan dengan benar, baik dari segi kekuatan maupun keteraturan. Ibu harus
mengejan sekuat mungkin seirama dengan instruksi yang diberikan. Biasanya ibu
diminta menarik nafas panjang dalam beberapa kali saat kontraksi terjadi lalu
buang secara perlahan. Ketika kontraksi mencapai puncaknya, doronglah janin
dengan mengejan sekuat mungkin. Bila ibu mengikuti instruksi dengan baik,
pecahnya pembuluh darah disekitar mata dan wajah bisa dihindari. Begitu juga
resiko berkurangnya suplai oksigen kejanin.
Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks lengkap, tetapi
setelah dialatasi serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk mendorong
bayi keluar dari uterus dan vagina. Apabila dalam persalinan wanita melakukan usaha
volunter (mengedan) terlalu dini, dilatasi serviks akan terhambat. Mengedan
akan melelahkan ibu dan menimbulkan trauma serviks.
b.
Passeger
(Penumpang)
Cara penumpang (passenger) atau janin bergerak di sepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yaitu: ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia akan dianggap sebagai
penumpang yang menyertai janin. Namun, plasenta jarang menghambat proses
persalinan pada kelahiran normal.
1) Ukuran Kepala Janin
Karena ukuran dan sifatnya yang relatif kaku, kepal janin sangat
mempengaruhi proses persalinan. Tengkorak janin terdiri dari dua tulang
parietal, dua tulang temporal, satu tulang frontal, dan satu tulang oksipital.
Tulang- tulang ini disatukan oleh sutura membranosa: sagitalis, lambdoidalis,
koronalis, dan frontalis. Rongga yang berisi membran ini disebut fontanel, terletak di tempat pertemuan
sutura-sutura tersebut. Dalam persalinan, setelah selaput ketuban pecah, pada
periksa dalam fontanel dan sutura dipalpasi untuk menentukan presentasi,
posisi, dan sikap janin. Pengkajian ukuran janin memberi informasi usia dan
kesejahteraan bayi baru lahir.
Tabel 2.1.
Tafsiran Berat Janin
Tifut (Cm)
|
TBJ (Gram)
|
||
H I-II
|
H III
|
H IV
|
|
20
|
1085
|
1240
|
1395
|
21
|
1240
|
1395
|
1550
|
22
|
1395
|
1550
|
1705
|
23
|
1550
|
1705
|
1860
|
24
|
1705
|
1860
|
2015
|
25
|
1860
|
2015
|
2170
|
26
|
2015
|
2170
|
2325
|
27
|
2170
|
2325
|
2480
|
28
|
2325
|
2480
|
2635
|
29
|
2480
|
2635
|
2790
|
30
|
2635
|
2790
|
2945
|
31
|
2790
|
2945
|
3100
|
32
|
2945
|
3100
|
3255
|
33
|
3100
|
3255
|
3410
|
34
|
3255
|
3410
|
3565
|
35
|
3410
|
3565
|
3720
|
36
|
3565
|
3720
|
3875
|
37
|
3720
|
3875
|
4030
|
38
|
3875
|
4030
|
4185
|
39
|
4030
|
4185
|
4340
|
40
|
4185
|
4340
|
4495
|
2) Presentasi
Presantasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas
panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalian mencapai aterm. Tiga
presentasi janin yang utama ialah kepala (kepala lebih dahulu), sungsang
(bokong lebih dahulu), dan bahu. Bagian presentasi ialah bagian tubuh janin
yang pertama kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan periksa dalam.
Faktor-faktor yang menentukan bagian presentasi janin letak janin, sikap
janin,dan ekstensi atau fleksi kepala janin.
3) Letak Janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu
panjang (punggung) ibu. Ada dua macam letak:
a) Memanjang atau vertiak, dimana sumbu
panjang janin paralel dengan sumbu panjang ibu.
b) Melintang atau horisontal, dimana sumbu
panjang janin membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu. Presentasi ini
tergantung pada struktur janin yang pertama memasuki panggul ibu.
4) Sikap Janin
Sikap ialah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian yang lain.
Janin mempunyai postur yang khas (sikap) saat berada didalam rahim. Pada
kondisi normal punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi kearah dada, dan
paha fleksi ke arah sendi lutut. Tangan disilangkan di depan toraks dan tali
pusat terletak di antara lengan dan tungkai.
5) Posisi Janin
Posisi ialah hubungan antara bagian presentasi (oksiput, sakrum, mentum
atau dagu, sinsiput atau puncak kepala yang difleksi/menengadah), terhadap
empat kuadran panggul ibu.
c.
Passageway
(Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, dasar
panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak,
khususnya lapisan – lapisan otot dasar panggul, ikut menunjang keluarnya bayi,
tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus
berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh
karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.
Jalan lahir dibagi atas:
1) Bagian Keras Tulang – Tulang Panggul (
Rangka Panggul )
Tulang panggul dibentuk oleh gabungan ilium,
iskium, pubis, dan tulang – tulang sakrum. Terhadap empat sendi panggul, yaitu
simfisis pubis, sendi sakroiliaka kiri dan kanan, dan sendi sakrokoksigeus. Empat
jenis panggul dasar dikelompokkan sebagai berikut:
a) Ginekoid (tipe wanita klasik)
b) Android (mirip pinggul pria)
c) Antropoid (mirip panggul kera antropoid)
d) Platipeloid (panggul pipih)
Pemeriksaan tulang panggul dapat dilakukan pada
evaluasi prenatal pertama dan tidak perlu diulang lagi jika panggul mempunyai
ukuran yang memadai dan bentuk yang sesuai. Pada trimester ketiga kehamilan,
pemeriksaan tukang panggul dapat dilakukan secara terliti, sehingga diperoleh
jasil yang lebih akurat karena sendi dan panggul berelaksasi. Pengukuran tulang
panggul secara tepat dapat dilakukan dengan menggunakan CT Scan,
ultrasonigrafi, film sinar – X jarang dilakukan karena sinar – X dapat merusak
perkembangan janin.
2) Bagian Lunak : Otot –Otot, Jaringan –
Jaringan, Ligamen – Ligament
Jaringan lunak pada jalan lahir terdiri dari
segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul, vagina,
dan introitus (lubang luar vagina). Saat persalinan dimulai, kontraksi uterus
menyebabkan kontraksi pada uteri berubah menjadi dua bagian yakni bagian atas
berotot dan tebal dan bagian bawah yang berotot pasif dan berdinding tipis.
Kontraksi korpus uteri menyebabkan janin tertekan ke bawah, terdorong ke arah
serviks.
Serviks kemudian menipis dan berdilatasi (terbuka)
secukupnya sehingga memungkinkan bagian pertama janin turun memasuki vagina.
Sebenarnya saat turun, serviks ditarik ke atas dan lebih tinggi dari bagian
terendah janin
d.
Psycha
(Psikologi)
1)
Pengalaman Melahirkann Terdahulu
Pengalaman
melahirkan masa lalu di gunakan untuk mengetahui obsetri yang lalu
seperti lamanya persalinan, jenis anasteri dan jenis persalinan
2)
Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan pada masa lalu dan saat ini untuk
mengetahui kehamilan, kelahiran di atas usia viabilitas, abortus spontan,
hipertensi dan lain-lain
3)
Pertimbangan Kultur
Faktor budaya adalah penting untuk mengetahui latar
belakang budaya wanita untuk mengantisipasi intervensi perawatan yang mungkin
perlu ditambahkan atau dihilangkan dalam rencana perawatan individu
4)
Harapan Terhadap Persalinan
Perawat dipandang sebagai individu yang
akan menerimaungkapan rasa nyeri dan bertindak sebagai penasehat, personal
medis diharapkan dapat membebaskan ibu dari rasa nyeri, perawat diharapkan
bersikap menaruh perhatian, lembut,
ramah dan menerima yang muncul
5)
Support System
Dukungan terbesar
pada ssaat persalinan adalah suami dan keluarga (tergantung kultur)
2.6. Tanda dan Gejala Persalinan
Menurut Varney, (2007) ada sejumlah tanda
dan gejala peringatan akan meningkatnya kesiagaan seorang wanita mendekati persalinan.
Wanita tersebut mungkin mengalami semua, sebagian atau bahkan tidak sama sekali
tanda gejala yang ada dibawah:
a.
Lightening
Ligtening yang mulai dirasakan kira –kira dua
minggu sebelum persalinan, adalah penurunan bagian presentasi bayi kedalam pelvis
minor. Pada presentasi sevalik, kepala bayi biasanya engaged setelah
lightening. Saat itu, sesak nafas yang dirasakan oleh ibu opada trimester 3
berkurang, karena kondisi ini akan menciptakan ruang baru abdomen atas untuk
ekspansi paru. Sebaliknya ibu akan merasa menjadi sering berkemih, perasaan
tidak nyaman akibat tekanan panggul yang menyeluruh, kram pada tungkai, dan
peningkatan statis pada vena.
b.
Perubahan
Servik
Mendekati persalinan serviks semakin matang.
Konsistensi servik menjadi seperti pudding dan terjadi sedikit penipisan.
c.
Persalinan
Palsu
Persalinan palsu tediri dari kontraksi uterus yang
sangat nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi pada
persalinan palsu sebenarnya terjadi karena kontraksi Braxton Hicks yang tidak
nyeri, yang telah terjadi sejak 6 minggu kehamilan
d.
Ketuban
Pecah Dini
Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala
satu persalinan. KPD dialami oleh 80% wanita hamil dan mengalami persalinan
spontan dalam 24 jam
e.
Bloody
Show
Plak lender disekresi serviks sebagai hasil
proliferasi kelenjar lendir serviks pada awal kehamilan. Plak ini menjadi sawar
pelindung dan penutup jalan lahir selama kehamilan. Plak lender inilah yang
dinamakan blody show
f.
Lonjakan
Energi
Wanita hamil mengalami lonjakan energi 24 sampai
48 jam sebelum terjadinya persalinan. Ia akan merasa bersemangat, setelah
beberapa minggu dan hari merasa letih secara fisik dan kelelahan akibat
kehamilan
g.
Gangguan
Saluran Cerna
Ketika tidak ada penjelasan yang tepat untuk
diare, kesulitan mencerna, mual muntah, diduga hal-hal tersebut merupakan
gejala menjelang persalinan walaupun belum ada penjelasan untuk hal ini
2.7. Fisiologis Persalinan Normal
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara
pasti/jelas. Terdapat beberapa
teori antara lain:
a. Penurunan Kadar
Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya Estrogen
meninggikan kerentanan otot rahim.Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara
kadar Progesteron dan Estrogen di da;lam darah, tetapi pada akhir kehamilan
kadar Progesteron menurun sehingga timbul his
b. Teori Oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi
otot-otot rahim
c. Keregangan Otot-Otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang
oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan
isinya.Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang
otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan
d. Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan
oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa
e. Teori
Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu
sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaab menunjukkan bahwa
Prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intra vena, intra dan extraamnial
menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga di
sokong dengan adanya kadar Prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban
maupun darah perifer pada ibu-ibu hamilsebelum melahirkan atau selama
persalinan
Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:
a.
Kala
I dimulai saat mulai persalinan sampai pembukaan lengkap (10 cm), proses ini di
bagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase
aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm (Saifuddin, 2009). Pada permulaan HIS, kala pembukaan
berlansung tidak begitu kuat sehingga parturient masih dapat berjalan-jalan.
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung selama 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
Berdasarkan kurva Friedman diperhitungkan primigravida pembukaan 1 cm/jam pada
multi 2 cm/jam. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif
b. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap(10
cm) sampai bayi lahir. Gejala utama kala II yaitu:
1)
His
semakin kuat , dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50 sampai 100 detik
2)
Menjelang
akhir kala I ketuban pecah dan ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak
3)
Ketuban
pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan, karena ertekannya
pleksus Frankenhauser
4)
Kedua
kekuatan His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka
pintu, suboksiput bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun
besar, dahi, hidung, muka, dan kepala seluruhnya. Proses ini biasanya
berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi
c. Kala III kala pelepasan plasenta dimulai
segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Setelah kala II kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai
10 menit. Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada
lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot Rahim. Lepasnya plasenta sudah
dapat diperkirakan dengan adanya tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus
terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat
bertambah panjang, terjadi perdarahan
d. Kala IV dimulai dimulai setelah lahirnya
plasenta sampai 2 jam pertama postpartum
Tabel 2.2.
Tahapan Persalinan
Tahap
|
Definisi
|
Durasi
|
Aktivitas Uterus
|
Manifertasi dan Prilaku Ibu
|
Kala I (tahap dilatasi)
Fase laten
Fase aktif
Fase transisi
Kala II
Tahap pelvis
Kala III
Tahap
plasenta
Kala IV
Tahap pemulihan
|
Priode dari kontraksi his yang
sebenarnya ke dilatasi servik yang lengkap
Dimulai pada onset kontraksi yang sebenarnya dan
berakhir dengan onset his aktif : 0-3-4 cm
Dimulai dengan onset his yang aktif dan berkembang ke transisi 4 – 7
cm, dilatasi 8 -10 cm
Periode dari dilatasi servik yang lengkap sampai kelahiran segera
Periode dari kelahiran segera sampai kelahiran membran plasenta
Dimulai dari kelahiran membrane plasenta ke 4 jam pertama pos partum
|
Bervariasi dengan fase
Kira-kira 6-8 jam untuk nulipara. Dan 3-5 jam untuk
multipara
Kira-kira 4 – 6 jam untuk nulipara dan 2 – 4 jam untuk
multipara
Kira-kira 1 jam untuk nulipara dan ¼ - ½ jam untuk
multipara
5 -30 menit
4 jam
|
Lemah,kontraksi sering tidak beraturan 5-30 menit,
10-30 detik durasi, servik menjadi lebih lembut, ke 3-4 cm dilatasi
Moderat ke kuat kontraksi uterus 2 – 5 menit, 30 – 90
detik durasi : dilatasi servik untuk nulipara 1-2 cm/jam, 1-5 cm/jam untuk
multipara
Kontraksi uterus kuat 2-3 menit, 45-90 detik durasi,
dan dimulainya tekanan intra abdomen
Kontraksi uterus kuat: terjadi perubahan uterus ke globular, dan dimulainya tekanan
intra abdomen
Uterus kembali ke posisi 2 jari di atas pusat
|
Wanita umumnya merasa sedikit kagum, aktif berbicara
atau terkadang diam, tenang, atau cemas, mengalami kram abdomen, nyeri
punggung belakang, rupture membrane, nyeri yang tidak terkontrol dengan baik.
Umumnya wanita merasakan ketidak nyamanan, mual dan
muntah, kemerahan, perasaan tertekan pada kandung kemih dan rectum, nyeri
bagian belakang, pucat, amnesia antara kontraksi : transisi menjadi lebih
meningkat, perasaan kehilangan control, memfokuskan diri, menjadi lebih mudah
tersinggung, dan desakan dan tekanan pada daerah rectal
Mengalami penurunan nyeri, tekanan pada rectum dan
desakan perineum, terdapat keinginan untuk mendengkur dan terdengar suara
nafas.
Focus pada kelahiran bayi, kekaguman akan kelahiran
bayi, perasaan.
Eksplorasi kelahiran bayi, dimulainya integrasi
keluarga dan respon terhadap kelahiran bayi
|
Mekanisme persalinan merupakan serangkaian
perubahan posisi dari bagian presentasi janin yang merupakan suatu bentuk
adaptasi atau akomodasi bagian kepala janin terhadapjalan lahir. Presentasi
janin paling umum dipastikan dengan palpasi abdomen dan kadangkala diperkuat
sebelum atau pada saat awal persalinan dengan pemeriksaan vagina (toucher).
Dalam mempelajari mekanisme persalinan ini,
sebelumnya kita harus mempunyai pemahaman yang baik tentang anatomi panggul dan
jalan lahir serta anatomi dari kepala janin. Di samping itu perlu juga memahami
definisi dari istilah berikut: letak, sikap, presentasi, denominator dan posisi
janin.
Janin dengan presentasi belakang kepala, ditemukan
hampir sekitar 95 % dari semua kehamilan.Presentasi janin paling umum
dipastikan dengan palpasi abdomen dan kadangkala diperkuat sebelum atau pada
saat awal persalinan dengan pemeriksaan vagina (toucher). Pada
kebanyakan kasus, presentasi belakang kepala masuk dalampintu atas panggul
dengan sutura sagitalis melintang. Oleh karena itu kita uraikan dulu mekanisme
persalinan dalam presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil
melintang dan anterior. Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah:
a.
Penurunan
kepala
b.
Fleksi
c.
Rotasi
dalam (putaran paksi dalam)
d.
Ekstensi
e.
Rotasi
luar ( putaran paksi luar)
f.
Ekspulsi
Dalam
kenyataannya beberapa gerakan terjadi bersamaan, akan tetapi untuk lebih
jelasnya akan dibicarakan gerakan itu satu persatu.
a.
Penurunan Kepala
Pada primigravida, masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan
jika pada primigravida mingu ke 36 kepala belum masuk ke pintu atas panggul
harus mendapat perhatian karena ada beberapa kemungkinan seperti terdapat
kesempitan panggul, lilitan tali pusat, kepala janin dalam keadaan ekstensi,
kemungkinan plasenta previa, tumor yang menghalangi masuk ke PAP dan pendular
abdomen (Manuaba, 2010). Namun pada multigravida biasanya kepala masuk PAP baru
terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam PAP, biasanya
dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya
kepala melewati pintu atas panggul (PAP), dapat dalam keadaan asinklitismus
yaitu bila sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di
antara simpisis dan promontorium.
Pada sinklitismus os parietal depan dan belakang
sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau
agak ke belakang mendekati promontorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan
asinklitismus, ada 2 jenis asinklitismus yaitu : Asinklitismus posterior adalah
apabila sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan.
Asinklitismus anterior yaitu apabila Bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang.
Penurunan kepala lebih lanjut terjadi pada kala I
dan kala II persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi dan retraksi
dari segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan langsung fundus pada bokong
janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawah rahim,
sehingga terjadi penipisan dan dilatasi servik. Keadaan ini menyebabkan bayi
terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala ini juga disebabkan karena
tekanan cairan intra uterine, kekuatan mengejan atau adanya kontraksi otot-otot
abdomen dan melurusnya badan anak.
1)
Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat
di antara simpisis dan promontorium
2)
Sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal
belakang lebih rendah dari os parietal depan
3)
Sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal
depan lebih rendah dari os parietal belakang
b.
Fleksi
Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan
fleksi yang ringan. Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada
pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin sehingga ubun-ubun
kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar hal ini disebabkan karena adanya
tahanan dari dinding seviks, dinding pelvis dan lantai pelvis. Dengan adanya
fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter
suboccipito frontalis (11 cm). sampai di dasar panggul, biasanya kepala janin
berada dalam keadaan fleksi maksimal.
c.
Rotasi Dalam (Putaran Paksi Dalam)
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian
depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar
ke depan ke bawah simpisis.
d.
Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan
ubun-ubun kecil berada di bawah simpisis, maka terjadilah ekstensi dari kepala
janin. Hal ini di sebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan fleksi untuk
melewatinya. Kalau kepala yang fleksi penuh pada waktu mencapai dasar panggul
tidak melakukan ekstensi maka kepala akan tertekan pada perineum dan dapat
menembusnya.
Subocciput yang tertahan pada pinggir bawah
simpisis akan menjadi pusat pemutaran (hypomochlion), maka lahirlah
berturut-turut pada pinggir atas perineum: ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut
dan dagu bayi dengan gerakan ekstensi.
e.
Rotasi Luar (Putaran Paksi Luar)
Kepala
yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu kepala bayi memutar
kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi
karena putaran paksi dalam. Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring. Di dalam
rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang
dilaluinya, sehingga di dasar panggul setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami
putaran dalam dimana ukuran bahu (diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam
diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan itu kepala
bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber
ischiadikum sepihak.
f.
Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di
bawah simpisis dan menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah
kedua bahu bayi lahir, selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan
sumbu jalan lahir.
2.8. Komplikasi Persalinan
a. Perdarahan Masa Nifas
Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca
persalinan adalah perdarahan dengan jumlah lebih dari 500 ml setelah bayi
lahir. Ada dua jenis menurut waktunya, yaitu perdarahan dalam 24 jam pertama
setelah melahirkan dan perdarahan nifas. Penyebab tersering adalah atoni uteri,
yakni otot rahim tidak berkontraksi sebagaimana mestinya segera setelah bayi
lahir. Normalnya, setelah bayi dan plasenta lahir otot-otot rahim akan
berkontraksi sehingga pembuluh darah akan menutup dan perdarahan akan berhenti.
Namun, terjadi atoni uteri, rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik,
sehingga pembuluh darah tetap terbuka. Dengan demikian terjadilah perdarahan
postpartum.
b. Infeksi Pasca Persalinan
(Postpartum)
Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, yang
dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang waktu enam jam dalam 24 jam pertama
setelah persalinan. Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius dan tidak ditemukan
penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka dikatakan bahwa telah terjadi
infeksi post partum.
Infeksi yang secara langsung berhubungan dengan
proses persalinan adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina.
Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan.
Beberapa keadaan pada ibu yang mungkin dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi post partum, antara lain anemia,
hipertensi pada kehamilan, pemeriksaan pada vagina berulang-ulang, penundaan
persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketuban pecah, persalinan lama,
operasi caesar, tertinggalnya bagian plasenta didalam rahim, dan terjadinya
perdarahan hebat setelah persalinan.
Gejalanya antara lain menggigil, sakit kepala,
merasa tidak enak badan, wajah pucat, denyut jantung cepat, peningkatan sel
darah putih, rasa nyeri jika bagian perut ditekan, dan cairan yang keluar dari
rahim berbau busuk. Jika infeksi menyerang jaringan disekeliling rahim, maka
nyeri dan demamnya lebih hebat.
c. Ruptur Uteri
Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan pada rahim
atau rahim tidak utuh. Terdapat keadaan yang meningkatkan kejadian ruptur
uteri, misalnya ibu yang mengalami operasi caesar pada kehamilan sebelumnya.
Selain itu, kehamilan dengan janin yang terlalu besar, kehamilan dengan peregangan
rahim yang berlebihan, seperti pada kehamilan kembar, dapat pula menyebabkan
rahim sangat teregang dan menipis sehingga robek. Gejala yang sering muncul
adalah nyeri yang sangat berat dan denyut jantung janin yang tidak normal.
d. Trauma Perineum
Parineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada
diantara kelamin dan anus. Trauma perineum adalah luka pada perineum sering
terjadi saat proses persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagian tubuh
janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek.
Berdasapkan tingkat keparahannya, trauma perineum
dibagi menjadi derajat satu hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya
luka pada lapisan kulit dan lapisan mukosa saluran vagina. Perdarahannya
biasanya sedikit. Trauma derajat dua, luka sudah mencapai otot. Trauma derajat
tiga dan empat meliputi daerah yang lebih luas, bahkan pada derajat empat telah
mencapai otot-otot anus, sehingga pendarahannya pun lebih banyak.
Trauma parineum lebih sering terjadi pada
keadaan-keadaan seperti ukuran janin terlalu besar, proses persalinan yang
lama, serta penggunaan alat bantu persalinan (misal forsep).
KONSEP PRE EKLAMPSIA
BERAT
2.1. Definisi Pre Eklampsia
Berat
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post
partum (Cunningham FG, 2003).
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah
satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam
kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil umum ditemukan adanya edema,
terutama di tungkai, karena adanya stasis pembuluh darah (Anonim, 2010).
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu
dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai
normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg
atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada
keadaan istirahat (Anonim, 2010).
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya
protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau
pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih
dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal
2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat,
sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius (Anonim, 2010).
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian
kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum
dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap diwaspadai. Edema dapat
menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami
kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya
lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia (Anonim, 2010).
Preeklampsia pada perkembangannya dapat
berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau
konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga
eklampsia dapat berakibat fatal (Anonim, 2010).
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi
kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau
lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Subianto,
2010).
2.2. Etiologi
Preeklampsia dapat di temui pada sekitar
5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35
tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas
merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsi (Anonim, 2010). Penelitian
berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia.
· Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda,
meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun
insidens > 3 kali lipat
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35
tahun, dapat terjadi hipertensi laten
· Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida,
muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat
· Ras/golongan
etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses
terhadap berbagai etnik di banyak negara
· Faktor
keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia
pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai + 25%
· Faktor
gen
Diduga adanya suatu sifat resesif
(recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin
· Diet/ gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola
diet tertentu (WHO). Penelitian lain: kekurangan kalsium berhubungan dengan
angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil
yang obese/overweight
· Iklim /
musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
· Tingkah
laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok: insidens pada ibu
perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin
dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi
Aktifitas fisik selama hamil: istirahat
baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam
kehamilan
· Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih
tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
· Hidrops
fetalis: berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
· Diabetes
mellitus: angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan
pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat
diabetesnya.
· Mola
hidatidosa: diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan
pre-eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/ pada
usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai
dengan pada pre-eklampsia.
· Riwayat
pre-eklampsia
· Kehamilan
pertama
· Usia
lebih dari 40 tahun dan remaja
· Obesitas
· Kehamilan
multiple
· Diabetes
gestasional
· Riwayat
diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih
belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa
faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
·
Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin
besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli
dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa
keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
·
Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan
diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna,
sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking
Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data
yang mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia:
a) Beberapa
wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum.
b) Beberapa
studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan
proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada
beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen
terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem
imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.
·
Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan
penurunan Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative
Aldoteron yang menyebabkan retensi air
dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
·
Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa
Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa
bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a) Preeklampsia
hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya
kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari
ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan
meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
·
Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial
terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya
preeklampsia.
·
Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan
kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2.3. Patofisologi
Belum diketahui dengan pasti, secara umum
pada Preeklampsia terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973)
menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar,
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada
preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan
Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium
dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH)
disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan
kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah,
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor
yang meningkat menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten
reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan
pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.
Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap
efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang
menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah
karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan
endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan
fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke
berbagai sistem organ.
Fungsi
organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak
berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan
perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi
serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim
hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.
Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif
ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat
terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks
renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan
pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).
Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus,
koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada
pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
·
Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan
ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang
·
Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi
renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu.
Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain
(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih
tinggi
·
Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini,
terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi
dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin
2.3.
Manifestasi
Klinis
Gejala preeklampsia
adalah:
·
Hipertensi
·
Edema
·
Proteinuria
·
Gejala subjektif: sakit kepala, nyeri ulu hati,
gangguan penglihatan
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih
tanda/gejala berikut:
·
TD ≥ 160 / 110 mmHg
·
Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
·
Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam
·
Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
·
Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan
·
Nyeri epigastrium
·
Edema paru atau sianosis
·
Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
(IUFGR)
·
HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L =
Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts)
·
Koma
Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika
terdapat minimal gejala hipertensi dan proteinuria.
2.4.
Komplikasi
·
Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan
hipertensi akut.
·
Hipofibrinogenemia
·
Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik.
Diduga terkait nekrosis periportal hati pada penderita pre-eklampsia
·
Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia
·
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara
dapat terjadi. Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat
yang menunjukkan adanya apopleksia serebri
·
Edema paru
·
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal
akibat vasospasme arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati,
terutama dengan enzim
·
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver
enzymes, dan low platelet).
·
Prematuritas
·
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus
yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal
·
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):
Dapat terjadi bila telah mencapai tahap eklampsia
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring
yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan
sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik
sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita
yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus
dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita
preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit,
kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis
preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus
darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus
dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.
2.7. Penatalaksanaan Medis
a.
Penanganan
di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia
di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia
harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih
lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah
sebagai berikut:
·
Menyiapkan surat
rujukan yang berisikan riwayat penderita
·
Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip
lidah)
·
Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium
injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat
·
Pada penderita terpasang infus dengan blood set
·
Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat
diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose
dalam maintenance drops
·
Selain itu diberikan oksigen, terutama saat
kejang, dan terpasang tongue spatel
b.
Penanganan
di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan
dibagi menjadi:
·
Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri
atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal
·
Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap
dipertahankan ditambah pengobatan medicinal
1) Perawatan
Aktif
a) Indikasi
· Hasil
penilaian kesejahteraan janin jelek
· Adanya
gejala-gejala impending eklampsia
· Adanya
Sindrom Hellp
· Kehamilan
aterm ( > 37 minggu)
· Apabila
perawatan konservatif gagal
b) Pengobatan
Medisinal
1) Segera
rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD
2) Tirah
baring miring ke satu sisi
3) Diet
cukup protein, rendah KH-lemak dan garam
4) Antasida
5) Anti
kejang:
Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Tersedia
antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc)
diberikan intravenous dalam 3 menit
- Refleks
patella positif kuat
- Frekuensi
pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)
- Produksi
urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)
Cara Pemberian:
- Jika
ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak ada,
dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc)
selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan
20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram
di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung
adrenalin pada suntikan IM
- Dosis
ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan 4 gram MgSO4
40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong
kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari
Penghentian MgSO4 :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan
otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan
otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah
4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar
12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium
sulfat
- Hentikan
pemberian magnesium sulfat
- Berikan
calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
- Berikan
oksigen.
- Lakukan
pernapasan buatan.
Magnesium sulfat dihentikan juga bila
setelah 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif)
Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak
tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara
pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100
mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di
ruang ICU
6) Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan
furosemid injeksi 40 mg/im
7) Anti
hipertensi
Tekanan darah sistolis > 180 mmHg,
diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105
mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah
secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus
atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
Bila tidak tersedia antihipertensi
parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual atau oral.
Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam.
8) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus
payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D
9) Lain-lain
- Konsul
bagian penyakit dalam / jantung, dan mata
- Obat-obat
antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM
- Antibiotik
diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari
- Analgetik
bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan
petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir
- Anti
Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)
c) Pengobatan
obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu:
§ Induksi
persalinan: tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
§ Seksio
sesaria bila:
Ø Fetal
assesment jelek
Ø Syarat
tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.
Ø 12 jam
setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida
lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu:
Kala I
§
Fase laten: 6 jam belum masuk fase aktif maka
dilakukan seksio sesaria.
§
Fase aktif:
Ø Amniotomi
saja
Ø Bila 6
jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio
sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin)
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II
diselesaikan dengan partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi
dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian
pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan
kortikosteroid
2) Perawatan
Konservatif
a) Indikasi
perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending
eklampsia dengan keadaan janin baik
b) Pengobatan
medisinal: Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya
loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana
4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan
c) Pengobatan
obstetri:
· Selama perawatan
konservatif: observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini
tidak dilakukan terminasi
· MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya
dalam 24 jam
· Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan
harus diterminasi
· Bila
sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2
gram intravenous
d) Penderita
dipulangkan bila:
· Penderita
kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari
· Bila
selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu)
c.
Pencegahan
1) Meningkatkan
jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil muda
2) Mencari
pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera
apabila ditemukan
3) Mengakhiri
kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah
dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan
III. KONSEP EKSTRAKSI FORCEP
2.1. Definisi Ekstraksi
Forcep
Ekstraksi
forceps atau ekstraksi cunam adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan tarikan cunam yang dipasang di kepala janin. Forceps digunakan untuk menolong
persalinan bayi dengan presentasi verteks, dapat digolongkan sebagai berikut,
menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada jalan lahir pada saat daun
forceps dipasang.
Tindakan forceps rendah (forceps pintu
bawah panggul) adalah tindakan pemasangan forceps setelah kepala bayi mencapai
dasar perineum, sutura sagitalis berada pada diameter anteroposterior dan
kepala bayi tampak diintroitus vagina.
Tindakan forceps tengah (midforseps) adalah tindakan pemasangan porceps sebelum kriteria untuk porceps rendah dipenuhi, tetapi setelah engagement kepala bayi terjadi. Adanya engagement biasanya dapat dibuktikan secara klinis oleh penurunan bagian terendah kepala sampai atau dibawah spina iskiadika dan pintu atas panggul biasanya lebih besar dari pada ajarak dan pintu atas panggul biasanya lebih besar daripada jarak diameter biparietal dengan bagian kepala bayi yang paling bawah.
Tindakan forceps tengah (midforseps) adalah tindakan pemasangan porceps sebelum kriteria untuk porceps rendah dipenuhi, tetapi setelah engagement kepala bayi terjadi. Adanya engagement biasanya dapat dibuktikan secara klinis oleh penurunan bagian terendah kepala sampai atau dibawah spina iskiadika dan pintu atas panggul biasanya lebih besar dari pada ajarak dan pintu atas panggul biasanya lebih besar daripada jarak diameter biparietal dengan bagian kepala bayi yang paling bawah.
Suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan suatu tarikan porceps yang dipasang pada kepalanya (Prawirohardjo,
2008).
Cunam ialah suatu alat kebidanan untuk
melahirkan janin dengan tarikan pada kepalanya; disamping itu alat tersebut
dapat digunakan untuk menyelenggarakan putaran kepala janin. Cunam dipakai
untuk membantu atau mengganti HIS, akan tetapi sekali-kali tidak boleh
digunakan untuk memaksa kepala janin melewati rintangan dalam jalan lahir yang
tidak dapat diatasi oleh kekuatan HIS yang normal. Jika prinsip pokok ini tidak
diindahkan, maka ekstraksi cunam mengakibatkan luka pada ibu dan terutama pada
anak (Prawirohardjo, 2008).
Ekstraksi
cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat cunam.
(Saifuddin, 2009).
2.2. Tujuan Ekstaksi Forcep
·
Traksi:
Yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan, yang disebabkan oleh karena
satu dan lain hal
·
Koreksi:
Yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan depan
atau sekali-kali UUK melintang kiri dan kanan atau UUK kiri atau kanan belakang
menjadi UUK depan (dibawah simfisis pubis)
·
Kompresor:
untuk menambah moulage kepala
2.3. Jenis Ekstraksi Forcep
·
High
Forceps
Forceps
yang dilakukan pada saat kepala janin belum masuk pintu atas panggul
(floating). Saat ini tidak dilakukan lagi karena sangat berbahaya bagi janin
ataupun ibu. Sectio cesarean lebih direkomendasikan
·
Mid
Forceps
Forceps
yang dilakukan pada saat kepala janin sudah masuk pintu atas panggul (engaged),
namun belum mencapai dasar panggul. Saat ini tidak dilakukan lagi. Sectio
Cesarea ataupun vakum lebih direkomendasikan
·
Low
Forceps/ Outlet Forceps
Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin sudah mencapai
dasar panggul. Cara ini yang masih sering dipakai hingga saat ini
2.4. Jenis Pemasangan
Ekstraksi Forcep
·
Pemasangan
sefalik (Cephalic forceps)
Dimana
cunam dipasang biparietal, atau sumbu panjang cunam sejajar dengan diameter
mento-occiput kepala janin. Pemasangan sefalik adalah cara yang paling aman
baik untuk ibu maupun janin
·
Pemasangan
pelvic (Pelvic forceps)
Dimana
pemasangannya dalam keadaan sumbu panjang cunam sejajar dengan sumbu panjang
panggul
Pemasangan
forceps yang sempurna , jika memenuhi kriteria berikut:
·
Forceps
terpasang biparietal kepala , atau sumbu panjang forceps sejajar dengan sumbu
diameter mento-oksiput kepala janin, melintang terhadap panggul
·
Sutura
sagitalis berada di tengah kedua daun forceps yang terpasang, dan tegak lurus
dengan cunam
·
Ubun
ubun kecil berada kira-kira 1 cm di atas bidang tersebut
2.5. Syarat Dalam Melakukan
Ekstraksi Forcep
·
Pembukaan
lengkap
·
Presentasi
belakang kepala
·
Panggul
luas / tidak ada DKP
·
Ketuban
sudah pecah
·
Kepala
sudah engaged, sudah berada di dasar panggul
·
Janin
tunggal hidup
2.6. Indikasi dan
Kontra Indikasi Ekstraksi Forcep
a.
Indikasi Relatif
Pada
indikasi relative, forceps dilakukan secara elektif (direncanakan), ada dua:
·
Indikasi
menurut De Lee
Forceps
dilakukan secara elektif, asal syarat untuk melakukan ekstraksi terpenuhi
·
Indikasi
menurut Pinard
Indikasi
menurut Pinard hampir sama dengan menurut De Lee, namun ibu harus
dipimpin dulu mengejan selama 2 jam
b.
Indikasi Absolut
·
Indikasi
Ibu: Ekstraksi forceps dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan pre-eklampsi,
eklampsi, atau ibu-ibu dengan penyakit jantung, paru, partus kasep
·
Indikasi
Janin: pada keadaan gawat janin
·
Indikasi
waktu: pada kala dua lama
Kontraindikasi
·
Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka dengan
mento posterior).
·
Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)
·
Janin sudah lama mati sehingga kepala tidak
bulat dan keras lagi, sehingga kepala sulit dipegang dengan forsep
·
Anencephalus
·
Adanya disproporsi sefalok-pelvik
·
Kepala masih tinggi (ukuran terbesar kepala belum
melewati pintu atas panggul)
·
Pembukaan belum lengkap
·
Pasien bekas operasi vesiko-vaginal fistel
·
Jika lingkaran kontraksi patologik Band sudah
hampir setinggi pusat atau lebih
2.7. Prosedur Pemasangan
Forcep
Ad.1. Membayangkan
Setelah
persiapan selesai, penolong berdiri di depan vulva , memegang kedua cunam dalam
keadaan tertutup dan membayangkan bagaimana cunam terpasang pada kepala
Ad.2.
Memasang forceps
Pada
pasien ini UUK janin adalah UUK kanan depan, jadi forceps yang dipasang adalah
forceps kiri terlebih dahulu, yaitu forceps yang dipegang tangan kiri penolong
dan dipasang di sisi kiri ibu.
Forceps
kiri dipegang dengan cara seperti memegang pensil, dengan tangkai forceps
sejajar dengan paha kanan ibu, sambil empat jari tangan kanan penolong masuk ke
dalam vagina. Forceps secara perlahan dipasang dengan bantuan ibu jari tangan
kanan. Jadi bukan tangan kiri yang mendorong forceps masuk ke dalam vagina.
Setelah
forceps kiri terpasang, asisten membantu memegang forceps kiri tersebut agar
tidak berubah posisi. Dan penolong segera memasang forceps kanan, yaitu forceps
yang dipegang oleh tangan kanan penolong, dan dipasang di sisi kanan ibu.
Forceps kanan dipegang seperti memegang pensil, dengan tangkai forceps sejajar
dengan paha kiri ibu, sambil empat jari tangan kiri penolong masuk ke dalam
vagina. Forceps dipasang dengan tuntunan ibu jari tangan kiri penolong. Setelah
forceps terpasang , dilakukan penguncian
Ad.3.
Penguncian Forceps
Penguncian
dilakukan setelah forceps terpasang. Bila penguncian sulit dilakukan, jangan
dipaksa, tapi periksa kembali apakah pemasangan telah benar, dan dicoba
pemasangan ulang. Apabila forceps kir yang dipasang duluan, maka penguncian
dilakukan secara langsung, dan bila forceps kanan yang dipasang duluan , maka
forceps dikunci secara tidak langsung.
Ad.4.
Pemeriksaan Ulang
Setelah
forceps terpasang dan terkunci, dilakukan pemeriksaan ulang, apakah forceps
telah terpasang dengan benar, dan tidak ada jalan lahir / jaringan yang
terjepit
Ad.5.
Traksi Percobaan
Setelah
yakin tidak ada jaringan yang terjepit, maka dilakukan traksi percobaan.
Penolong memegang pemegang forceps dengan kedua tangan , sambil jari telunjuk
dan tengah tangan kiri menyentuh kepala janin, lalu dilakukan tarikan. Apabila
jari telunjuk dan tengan tangan kiri tidak menjauh dari kepala janin, berarti
forceps terpasang dengan baik, dan dapat segera dilakukan traksi definitive.
Apabila jari telunjuk dan tengah tangan kiri menjauh dari kepala janin, berarti
forceps tidak terpasang dengan baik, dan harus dilakukan pemasangan ulang.
Ad.6.
Traksi defrinitif
Traksi
definitive dilakukan dengan cara memegang kedua pemegang forceps dan penolong
melakukan traksi. Traksi dilakukan hanya menggunakan otot lengan. Arah tarikan
dilakukan sesuai dengan bentuk panggul. Pertama dilakukan tarikan cunam ke
bawah, sampai terlihat occiput sebagai hipomoklion, lalu tangan kiri segera
menahan perineum saat kepala meregang perineum. Kemudian dilakukan traksi ke
atas hanya dengan menggunakan tangan kanan sambil tangan kiri menahan perineum.
Kemudian lahirlah dahir, mata, hidung, mulut bayi.
Ad.7.
Melepaskan cunam
Setelah
kepala bayi lahir, maka cunam dilepaskan dan janin dilahirkan seperti
persalinan biasa.
2.9. Komplikasi Ekstraksi
Forcep
·
Komplikasi-komplikasi pada janin
·
hematoma pada kepala
·
Perdarahan dalam tengkorak (intra cranial
hemorrahage)
·
Erb’s paralyse
·
Fractura crania
·
Protusio bulbi
·
Perdarahan didalam corpus vitrium mata.
·
Luka lecet pada kepala
·
Facialis parese
Komplikasi-kompliaksi
pada ibu:
·
Ruptura uteri
·
Kolpoporrhexis
·
Symfisiolisis
·
Shock
·
Perdarahan postpartum
·
Pecahnya varices dari pada vagina
IV. KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS
2.1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu pre eklampsi
berat antara lain sebagai berikut:
a. Identitas Umum Ibu
b. Data Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Dahulu
- Kemungkinan
ibu menderita penyakit hipertensi
sebelum hamil
- Kemungkinan
ibu mempunyai riwayat preeklampsia pada
kehamilan terdahulu
- Biasanya
mudah terjadi pada ibu dengan
obesitas
- Ibu
mungkin pernah menderita
penyakit ginjal kronis
Riwayat Kesehatan Sekarang
- Ibu
merasa sakit kepala di daerah frontal
- Terasa
sakit flu di ulu hati/nyeri
epigastrium
- Gangguan
virus : penglihatan kabur,skotoma,dan
diplopia
- Mual
dan muntah, tidak ada nafsu makan
- Gangguan
serebral lainnya ; terhuyung-huyung, refleks
tinggi,dan tidak tenang
- Edema
pada ekstermitas
- Tengkuk
terasa berat
- Kenaikan
berat badan mencapai 1 kg perminggu
Riwayat Kesehatan Keluarga
- Kemungkinan
mempunyai riwayat preeklampsi ringan atau berat dan eklampsi dalam keluarga
Riwayat Perkawinan
- Biasanya terjadi pada wanita yang
menikah di bawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun
c. Pemeriksaan Fisik Biologis
Keadaan umum :
Lemah
Kepala :
Sakit kepala, wajah edema
Mata : Konjungtiva sedikit
anemis, edema pada retina
Pencernaan abdomen :
Nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan muntah
Ekstermitas :
Edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari kaki
Sistem persarafan :
Hiper refleksia, klonus pada
kaki
Genitourinaria :
Oliguria, proteinuria
Pemeriksaan janin :
Bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin melemah
d. Pemeriksaan Penunjang
·
Pemeriksaan Laboratorium
Penurunan hemoglobin (nilai rujukan ata kadar
normal hemoglobin utk wanita hamil adalah 12-14gr%)
Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
Urinalisis: ditemukan protein dalam urin
Bilirubin meningkat (N= <1 mg/dl)
LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
Aspartat aminotransferase (AST) >60 ul
Serum glutamat pirufat trasaminase (SGOT)
meningkat (N= 6,7-8,7 g/dl)
Tes kimia darah: asam urat meningkat (N= 2,4-2,7
mg/dl)
·
Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi: ditemukannya retardasi
pertumbuhan janin intrauterus. Pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, dan volume cairan ketuban sedikit
Kardiografi: diketahui denyut jantung bayi lemah
e. Data Sosial Ekonomi
Pre eklampsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golongan
ekonomi rendah, karena mereka kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung
protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal yang teratur
f. Data Psikologis
Biasanya ibu
pre eklampsia
ini berada dalam kondisi yang labil dan mudah marah, ibu merasa khawatir akan
keadaan dirinya dan keadaan janin dalam kandungannya, dia takut anaknya nanti
lahir cacat atau meninggal dunia, sehingga ia takut untuk melahirkan
2.2. Diagnosa Keperawatan
·
Kelebihan
volume cairan interstisial yang berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik,
perubhan permeabilitas pembuluh darah
·
Penurunan
curah jantung yang berhubungan dengan hipovolemia/ penurunan aliran balik vena
·
Resiko
cedera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke
plasenta
·
Resiko
cedera pada ibu yang berhubungan dengan edema/ hipoksia jaringan, kelang tonik klonik
2.3. Intervensi Keperawatan
·
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubhan
permeabilitas pembuluh darah
Tujuan: Setelah
diberikan intervensi keperawatan diharapkan kelebihan volume cairan berkurang
atau hilang
Kriteria Hasil:
-
Intake dan output seimbang
-
Tanda-tanda vital dalam batas normal
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
2
3
4
5
6
|
Pantau dan catat intake dan
output setiap hari
Pemantauan tanda-tanda
vital, catat waktu pengisisan kapiler (capillary refill time-CRT)
Memantau atau menimbang
berat badan ibu
Observasi keadaan edema
Berikan diet rendah garam
sesuia hasil kolaborasi dengan ahli gizi
Kaji distensi vena jugularis
dan perifer
|
Dengan
memantau intake dan output diharapkan dapat diketahui adanya keseimbangan
cairan dan dapat diramalkan keadaan dan kerusakan glomerulus
Dengan
memantau tanda-tanda vital dan pengisian kapiler dapat dijadikan pedoaman
untuk penggantian cairan atau menilai respons dari kardiovaskuler
Keadaan
edema merupakan indikator keadaan cairan dalam tubuh
Diet rendah
garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan
Retensi
cairan yang berlebihan bisa dimanifestasikan dengan pelebaran vena jugularis
dan edema perifer
Diuretik
dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dan menghambat penyerapan sodium dan
air dalam tubulus ginjal
|
·
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/ penurunan aliran balik vena
Tujuan: Setelah
diberikan intervensi keperawatan diharapkan
penurunan curah jantung berkurang atau hilang
Kriteria Hasil:
-
Tidak terdapat edema
-
Tidak terdapat sesak napas
-
Tanda-tanda vital dalam batas normal
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
2
3
4
5
|
Pemantauan nadi dan tekanan
darah
Lakukan tirah baring pada
ibu dengan posisi miring kiri
Pemantauan parameter hemodinamik
invasif (kolaborasi)
Berikan obat antihipertensi
sesuai kebutuhan berdasarkan kolaborasi dengan dokter
Pemantauan tekanan darah dan
obat hipertensi
|
Dengan
memantau nadi dan tekanan darah dapat melihat peningkatan volume plasma,
relaksasi vaskular dengan penurunan tahanan perifer
Meningkatkan aliran balik
vena, curah jantung, dan perfusi ginjal
Memberikan
gambaran akurat dari perubahan vaskular dan volume cairan. Konstruksi
vaskular yang lama, peningkatan dan hemokonsentrasi, serta perpindahan cairan
menurunkan curah jantung
Obat
antihipertensi bekerja secara langsung pada arteriola untuk meningkatkan
relaksasi otot polos kardiovaskular dan membantu meningkatkan suplai darah
Mengetahui
efek samping yang terjadi seperti takikardi, sakit kepala, mual, muntah, dan
palpitasi
|
·
Resiko
cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta
Tujuan:
Setelah diberikan intervensi keperawatan diharapkan cidera pada janin tidak
terjadi
Kriteria
Hasil:
-
Janin tidak cidera
-
Pengisian kapiler normal
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
2
3
4
5
|
Istirahatkan ibu
Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
Pantau tekanan darah ibu
Memantau bunyi jantung janin
Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan
dokter
|
Dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolisme
tubuh menurun dan peredaran darah keplasenta menjadi adekuat, sehingga
kebutuhan oksigen untuk janin dapat dipenuhi
Dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena kava
dibagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar, sehingga aliran
darah ke plasenta menjadi lancar
Dengan memantau tekanan darah ibu dapat diketahui
keadaan aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah
ke plasenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang
Dengan memantau bunyi jantung janin dapat
diketahui keadaan jantung janin lemah atau menurun menandakan suplai oksigen
ke plasenta berkurang, sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya
Dengan obat anti hipertensi akan menurunkan tonus
arterei dan menyebabkan penurunan afterload jantung dengan vasodilatasi
pembuluh darah, maka aliran darah ke plasenta menjadi adekuat
|
·
Resiko
cedera pada ibu berhubungan dengan edema/ hipoksia jaringan, kelang tonik klonik
Tujuan:
Setelah diberikan intervensi keperawatan diharapkan resiko cidera tidak terjadi
Kriteria
Hasil:
-
Cidera tidak terjadi
-
Tidak terjadi kejang
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
2
3
|
Pantau tekanan darah ibu
Beri penjelasan cara mengkaji
dan mencatat tekanan darah, aktivitas janin, memeriksa protein dalam air
kemih, edema, dan menimbang berat badan tiap hari
Diskusikan
tanda dan gejala bahaya dan instruksikan klien memberitahu dokter segera bila
ada perubahan
|
Dengan memantau tekanan darah ibu dapat diketahui
keadaan aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah
ke plasenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang
Mengobservasi dan melakukan
ketrampilan baru meningkatkan kepercayaan diri dan memberi kepastian
Pengetahuan memampukan klien
untuk menjadi mitra kerja dalam perawatan dirinya sendiri; pengetahuan menjadi
dasar pengambilan keputusan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar