2.1
Motivasi
2.1.1
Definisi
Motivasi
Motivasi berasal dari perkataan motif (motive)
yang artinya adalah rangsangan dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang
dimiliki seseorang sehingga orang tersebut memperlihatankan perilaku tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi ialah upaya untuk menimbulkan
rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang dan ataupun
sekelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerjasama secara optimal
melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai yang telah
ditetapkan (Azwar, 2007).
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi
pada tingkatan komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang
menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah
tekad tertentu (Stoner & Freeman, 1995:134 dalam Suarli, 2009).
Motivasi juga merupakan proses psikologi yang membangkitkan dan mengarahkan
perilaku pada pencapaian tujuan atau gold-directed
behavior (Robert Kreitner & Angelo Kinicki, 2001:205 dalam Wibowo 2007).
|
Jerald Greenberg
dan Robert A. Baron (2003:190) dalam Wibowo (2007) berpendapat bahwa motivasi
merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct),
dan menjaga (maintain) perilaku
manusia menuju pada pencapaian tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan
atau energi di belakang tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan
yang dilakukan orang dan arah perilaku mereka. Sedang perilaku menjaga atau
memelihara berapa lama orang akan terus berusaha untuk mencapai tujuan.
Motivasi menurut Ngalim Purwanto (2000:60) dalam Nursalam (2011) adalah
segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan
Sortell dan Kaluzny (1994:59) dalam Nursalam (2011) mengartikan motivasi
sebagai perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan atau
menjalankan kekuasaan, terutama dalam perilaku.
Berbeda dengan Ngalim (1970) dalam Suarli (2009) membagi tiga poin penting
dalam pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan.
Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang dirasakan kurang oleh seseorang,
baik bersifat fisiologis ataupun psikologis. Dorongan merupakan arah untuk
memenuhi kebutuhan tadi sedangankan tujuan adalah akhir dari satu siklus
motivasi (Luthans, 1988:184) dalam Suarli (2009).
Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasaan. Aktivitas ini melibatkan fisik dan mental (M. As’ad, 2001: 47) dalam
Nursalam (2011). Gilmer (1971) berpendapat bahwa bekerja itu merupakan proses
fisik dan mental manusia dalam mencapai tujuannya. Sedangkan pengertian
motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja
(Mangkunegara. 2000: 94) dalam Nursalam (2011).
Motivasi kerja terbagi menjadi tiga, yaitu jenis motivasi, faktor
motivator, dan faktor demotivator.
a.
Jenis
Motivasi
Ada
tiga jenis motivasi jika ditinjau dari asalnya, yaitu:
1)
Motivasi
ekstrenal: dari luar, ada yang menyuruh
2)
Motivasi
sosial: norma masyarakat
3)
Motivasi
internal: prakarsa/kehendak
b.
Faktor
Motivator
Faktor-faktor
motivator adalah faktor yang menyebabkan seseorang senang untuk bekerja, yaitu:
1)
Pengakuan
sebagai manusia
2)
Perlakuan
yang adil dan pantas
3)
Ada
jaminan kerja
4)
Kondisi/lingkungan
kerja yang cocok
5)
Kemungkinan
untuk didengan/diperhatikan
6)
Kebanggan
7)
Pengetahuannya
memadai
8)
Bantuan
kepemimpinana
9)
Merupakan
suatu tantangan
10)
Rasa
keanggotaan/memiliki
c.
Faktor
Demotivator
Faktor-faktor
demotivator adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi berkurang atau
hilang motivasinya, yaitu:
1)
Sikap
dan kondisi lingkungan yang tidak cocok
2)
Kebanggan
dan kewenangan menjadi berkurang
3)
Tidak
ada bantuan dari pimpinan
4)
Perintah
dari atasan yang seenaknya
5)
Sasaran
yang terlalu tinggi
6)
Kekurangan
peralatan/bahan kerja
7)
Penghargaan
yang tidak memadai
2.1.2
Teori-Teori
Motivasi
a.
Teori
Kepuasaan Dalam Motivasi
Teori kepuasan (content theory)
memusatkan perhatian pada faktor-faktor internal di dalam diri seseorang yang
menggerakkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku. Teori ini
berusaha untuk menentukan faktor faktor tersebut atau menentukan kebutuhan
manusia khusus yang memotivasi seseorang.
1)
Hierarki
Kebutuhan
Hierarki kebutuhan (need herarchy)
dikembangkan oleh Abraham Maslow. Ia memandang bahwa kebutuhan manusia tersusun
atas suatu hierarki atau urutan kebutuhan, mulai dari kebutuhan yang paling
mendasar (kebutuhan fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Selengkapnya adalah seperti dibawah ini:
a)
Fisiologis:
kebutuhan yang berkaitan langsung dengan fisik manusia seperti makan, minum,
tempat tinggal, kesehatan badan dan lain lain.
b)
Keamanan
dan keselamatan (safety & security):
kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, baik berupa ancaman kejadian atau
ancaman dari lingkungan. Misalnya adanya gaji tetap sehingga bisa melakukan
perencanaan regular.
c)
Rasa
memiliki (belongingness), sosial, dan
cinta: kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain seperti
pertemanan, afiliasi, interaksi, pernikahan, kerja sama dalam tim dan lain lain.
d)
Harga
diri (esteem): kebutuhan untuk
mengahargai diri sendiri maupun mendapat penghargaan dari orang lain. Misalnya
pencapaian posisi atau jabatan tertentu.
e)
Aktualisasi
diri (self actualization):
kebebutuhan untuk bisa memaksimumkan kemampuan, keahlian, dan potensi diri.
Misalnya dalam menghadapi tantangan kerja.
Gambar 2.1
Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Maslow
Sumber: Pengangtar Kebutuhan
Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan (Hidayat, 2009)
Menurut Maslow, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok
dulu (fisiologis) sebelum beralih pada kebutuhan yang lebih tinggi. Atau dengan
kata lain, seseorang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling
menonjol atau paling kuat dirasakannya pada saat ini. Jadi yang harus menjadi
perhatian manajemen salah sampai di tingkat mana kebutuhan yang telah terpenuhi
dalam diri masing-masing karyawan, sehingga bisa menetapkan strategi yang bisa
memotivasi.
2)
Teori
ERG
Teori ERG oleh Clayton Alderfer serupa dengan hierarki kebutuhan Maslow,
karena juga memandang kebutuhan manusia sebagai suatu hierarki. Namun dalam
teori ERG hanya ada tiga hierarki di bawah ini:
a)
Eksistensi
(existence, E): kebutuhan yang bisa
dipuaskan oleh faktor faktor seperti makanan, minuman, udara, upah dan kondisi
kerja. Kebutuhan eksistensi ini sama dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan
dalam hierarki kebutuhan Maslow.
b)
Keterkaitan
(relatedness, R): kebutuhan yang bisa
dipuaskan oleh hubungan sosial, hubungan antar pribadi. Kebutuhan ini sama
dengan kebutuhan tingkat ketiga dalam hierarki Maslow, yaitu rasa memiliki,
sosial dan cinta.
c)
Pertumbuhan
(growth, G): kebutuhan yang bisa
dipuaskan bila seseorang memberikan kontribusi yang kreatif dan produktif.
Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan tingkat empat dan lima dalam hierarki
Maslow yaitu harga diri dan aktualisasi.
Teori ERG juga menyatakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi mangalami
kekecewaan, maka kebutuhan yang lebih rendah akan kembali walaupun sudah pernah
terpuaskan.
3)
Teori
Dua Faktor
Teori dua faktor (two-factors theory)
dikemukakan oleh Frederick Herzberg, yang menyakini bahwa karyawan dapat
dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan di dalamnya terdapat kepentingan yang
bisa disesuaikan dengan tujuan organisasi. Dari penelitiannnya, Herzberg
menyimpulkan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dalam dua
dimensi (kelompok faktor) yang terpisah.
Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan berasal dari kondisi ekstrinsik (di luar) pekerjaan atau
konteks pekerjaan (job context),
seperti gaji, kondisi kerja, jaminan pekerjaan, prosedur perusahaan, kebijakan
perusahan, mutu supervisi, hubungan dengan supervisor, hubungan dengan rekan sejawat,
hubungan dengan bawahan, serta status. Faktor yang paling penting adalah
kebijakan perusahaan yang dinilai oleh orang sebagai penyebab utama
ketidakefesienan dalam bekerja. Jika faktor – faktor tersebut dinilai positif,
tidak menyebabkan kepuasan kerja tapi hanya sampai hilangnya ketidakpuasan.
Faktor tersebut disebut juga faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfier) atau faktor higiene.
Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan berasal dari kondisi intrinsik (di dalam) pekerjaan, atau isi
pekerjaan (job content), seperti
prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan
kemungkinan berkembang. Jika faktor-faktor tersebut tidak ada, maka akan muncul
ketidakpuasan yang berlebihan. Namun jika faktor-faktor tersebut dinilai
positif, akan menggerakkan motivasi secara kuat, sehingga bisa menghasilkan prestasi
kerja yang baik. Faktor tersebut juga faktor pemuas (satisfier) atau faktor motivator.
4)
Teori
Kebutuhan yang Dipelajari
McClelland adalah teori motivasi yang berkaitan erat dengan konsep belajar.
Teori ini mengatakan bahwa melalui kehidupan dalam suatu budaya, seseorang
belajar tentang kebutuhannya. Tiga dari kebutuhan yang dipelajari ini dalah:
a)
Kebutuhan
berprestasi (need for achievement),
misalnya menyelesaikan pekerjaan yang menantang, memenagkan kompetisi, bisa
menyelesaikan masalah dengan baik.
b)
Kebutuhan
menjalin hubungan atau berafisiasi (need
for affiliation), misalnya menjalain pertemanan atau persahabatan
c)
Kebutuhan
berkuasa (need for power), misalnya
kekuasaan untuk memerintah orang lain, atau kekeuasaan untuk menentukan
kebijakan.
McClelland mengatakan bahwa jika kebutuhan seseorang sangat kuat, maka hal
itu akan memotivasinya luntuk menggunakan perilaku yang mengarah pada pemuasan
kebutuhan tersebut.
b.
Teori
Proses Motivasi
Menurut Gibson, teori proses motivasi berusaha menerangkan dan menguraikan
bagaimana perilaku seseorang di gerakkan, diarahkan, didukung, dan dihentikan (Suarli,
2009).
Konsep yang penting dalam setiap proses motivasi adalah konsep belajar.
Pembelajaran adalah proses perubahan perilaku melalui praktik. Perubahan yang
terjadi umumnya relatif abadi, atau sedikit lebih permanen. Praktik yang
dimaksudkan mencakup pelatihan formal maupun pengarahan yang tidak diarahkan.
Ada tiga tipe pembelajaran yang penting dalam pengembangan dan perubahan
perilaku. Untuk memahami masing-masing tipe pembelajaran, ada empat konsep
dasar yang harus dipelajari. Pertama, pendorong (drive) adalah keadaan yang timbul didalam diri seseorang, baik itu
pendorong primer (seperti rasa lapar) yang tidak bisa dipelajari maupun
pendorong sekunder (seperti keinginan untuk maju) yang bisa dipelajari. Kedua,
stimulus atau rangsangan adalah petunjuk adanya peristiwa yang harus ditanggapi
(direspon), baik yang sifatnya terlihat maupun yang tidak. Ketiga, tanggapan
atau respon adalah hasil berupa perilaku yang muncul karena danaya stimulus.
Keempat, penguat (reinforcer) adalah
setiap objek atau kejadian yang meningkatkan atau mempertahankan kekuatan
sebuah tanggapan.
Tiga tipe pembelajaran yang penting diketahui sebelum mempelajari
teori-teori proses motivasi adalah sebagai berikut:
1)
Pengkondisian
klasik (classical conditioning)
mengungkapkan bahwa tanggapan atau respons terkondisi (conditioned response) bila muncul atas adanya stimulasi terkondisi
(conditioned stimulus), yang
sebelumnya diberikan secara teratur. Sedangkan respons yang dialami yang
disebut respons tak terkondisi (unconditioned
response) muncul atas adanya stimulus tak terkondisi (unconditioned stimulus).
2)
Pengkodisian
operan (operant conditioning)
berkaitan dengan pembelajaran yang terjadi sebagai konsekkuensi perilaku.
Perilaku yang dapat dikendalikan dengan mengubah konsekuensi yang mengikutinya
disebut operan.
3)
Pembelajaran
melalui pengamatan (observational
learning) adalah pembelajaran dengan melakukan pengamatan pada orang lain
yang mempunyai kinerja lebih baik dan belajar untuk menirunya.
Berikut adalah teori-teori proses motivasi antara lain: teori penguatan (reinforcement theory), teori harapan (expectancy theory), teori keadilan (equity theory), dan teori penetapan tujuan.
1)
Teori
Penguatan
Dalam teori penguatan (reinforcement
theory) oleh ahli psikologi B.F. Skinner diungkapkan bagaimana konsekuensi
perilaku di masa lampau mempengaruhi tindakan di masa depan dalam suatu proses
belajar. Proses ini di gambarkan sebagai berikut:
Bagan 2.1
Proses Teori Penguatan
|
Sumber: Manajemen
Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis (Suarli, 2009)
Dalam pandangan ini. Perilaku sukarela seseorang terhadap suatu situasi
atau peristiwa merupakan penyebab dan konsekuensi tertentu. Teori pengutan
menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman stimulus, respons dan konsekuensi.
Jadi teori penguatan ini melibatkan pengkondisian operan. Pengkondisian operan
yang diterapkan pada manusia disebut sebagai modifikasi perilaku, sedangkan
pengkondisian operan yang diterapkan pada lingkungan kerja disebut sebagai
modifikasi perilaku organisasi. Penguatan adalah sesuatu yang meningkatakan
kekuatan respons dan cenderung menyebabkan pengulangan perilaku yang didahului
oleh penguatan. Tanpa penguatan tidak ada modifikasi perilaku yang bisa di
ukur.
2)
Teori
Harapan
Teori harapan (expectancy theory)
oleh Victor Vroom menyatakan cara memilih dan bertindak dari beberapa altenatif
perilaku berdasarkan harapannya, apakah ada keuntungan yang didapat dari
masing-masing perilaku tersebut. Teori ini mencakup konsep-konsep dasar sebagai
berikut:
a)
Hasil
tingkat pertama yang diperoleh dari perilaku adalah hasil yang berkenaan dengan
pelaksanaan pekerjaan itu sendiri, misalnya produktivitas, mutu pekerjaan,
tingkat kehadiran dan lain-lain. Hasil tingkat kedua adalah kejadian (berupa
penghargaan atau hukuman) yang kemungkinan diakibatkan oleh hasil tingkat
pertama, misalnya kenaikan upah, promosi jabatan, penghargaan dari tim dan
lain-lain.
b)
Instrumentalitas
adalah kadar keyakinan seseorang bahwa hasil tingkat pertama akan menghasilkan
hasil tingkat kedua.
c)
Valensi
adalah kekuatan keinginan seseorang untuk mencapai hasil tertentu, baik ini
menyangkut hasil tingkat pertama maupun tingkat kedua.
d)
Harapan
(expectancy) berkaitan dengan
keyakinan seseorang mengenai kemungkina suatu perilaku tertentu akan diikuti
oleh hasil tertentu. Harapan prestasi usaha adalah keyakinan (harapan) bahwa
ada kesempatan di mana usaha tertentu akan mengarah pada suatu tingkat prestasi
tertentu, selanjutnya harapan prestasi adalah keyakinan (harapan) bahwa
prestasi akan mengarah pada hasil tertentu.
3)
Teori
Keadilan
Inti dari teori keadilan (equity
theory) adalah bahwa karyawan membandingkan usaha mereka dan imbalan yang
diterimanya dengan imbalan yang diterima karyawan lainnya dalam situasi kerja
yang sama. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang dimotivasi
oleh keinginan untuk diperlukan secara adil dalam pekerjaan. Ada empat ukuran
penting dalam teori ini, yaitu:
a)
Orang,
yaitu individu yang merasakan diperlakukan adil atau tidak adil.
b)
Perbandingan
denga orang lain, yaitu setiap kelompok atau orang yang digunakan oleh
seseorang sebagai pembanding rasio masukan (input)
atau perolehan (outcome).
c)
Masukan
(input), yaitu karakteristik
individual yang dibawa ke pekerjaan, seperti keahlian, pengalaman, pendidikan,
umur, jenis kelamin dan lain-lain.
d)
Perolehan
(outcome), yaitu segala sesuatu yang
diterima seseorang dari pekerjaannya, misalnya penghargaan, tunjangan, upah,
dan lain-lain.
4)
Teori
Penetapan Tujuan
Menurut Locke, setiap orang menetapkan tujuan dan kemudian bekerja untuk
bisa mencapai tujuan tersebut. Orientasi terhadap tujuan menetukan perilaku
seseorang. Dalam teori ini, sifat-sifat dalam penetapan tujuan adalah:
a)
Keterincian
tujuan (goal specify), yaitu tingkat
ketepatan kuantitaif tujuan tersebut.
b)
Kesukaran
tujuan (goal difficulity), yaitu
tingkat keahlian atau tingkat prestasi yang ingin dicapai, semakin sulit suatu
tujuan semakin tinggi pula tingkat prestasinya.
c)
Intensitas
tujuan (goal intensity), yaitu
menyangkut proses menentukan bagaiman tujuan dapat dicapai.
d)
Komitmen
tujuan (goal commitment), yaitu kadar
usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
2.1.3
Pendekatan
Pada Motivasi
Apabila telah dapat diketahui kebutuhan yang dimiliki seseorang, langkah
selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan pendekatan kepada orang
tersebut. Oleh Strauss dan Sayles pendekatan pada motivasi ini dibedakan atas
lima macam, yakni:
a.
Pendekatan
Yang Keras
Yang
dimaksud dengan pendekatan keras (be
strong) ialah pendekatan dimana kekuasaan dan wewenang yang dimiliki
dipergunakan dalam melakukan motivasi. Pendekatan seperi ini sering berhasil
jika kebutuhan karyawan masih terbatas pada kebutuhan dasar faali.
b.
Pendekatan
Untuk Memperbaiki
Yang
dimaksud dengan pendekatan untuk memperbaiki (be good) ialah pendekatan yang dilakukan oleh administrator untuk
memperbaiki karyawan melalui pemenuhan kebutuhan yang dimiliki. Pendekatan yang
seperti ini sering berhasil jika kebutuhan karyawan baru mencapai kebutuhn
dasar faali serta kebutuhan akan rasa aman. Diharapkan setelah dilakukan
perbaikan, karyawan mau bekerja dengan baik.
c.
Pendekatan
Dengan Tawar Menawar
Yang
dimaksud dengan pendekatan tawar menawar (implicit
bergaining) ialah pendekatan yang dilakukan oleh administrator melalui
tawar menawar dengan karyawan tentang kebutuhan yang akan dipenuhi. Pendekatan
yang seperti ini hanya berhasil jika kebutuhan masih berkisar pada kebutuhan
faali dan kebutuhan akan rasa aman.
d.
Pendekatan
Melalui Persaingan Efektif
Yang
dimaksud dengan pendekatan melalui persaingan efektif (effective cimpetition) ialah pendekatan yang dilakukan oleh
administrator dengan memberikan kesempatan timbulnya persaingan yang sehat
antar karyawan untuk mencapai kemajuan. Pendekatan yang seperti ini dapat
diterapkan untuk setiap macam kebutuhan yang ditemukan dikalangan karyawan,
meskipun diakui hasilnya lebih dirasakan jika kebutuhan karyawan telah mencapai
tingkat dihargai, dihormati, ataupun penampilan diri.
e.
Pendekatan
Dengan Proses Internalisasi
Yang
dimaksud dengan pendekatan dengan proses internalisasi (internalization process) ialah pendekatan yang dilakukan oleh
administrator dengan jalan menimbulkan kesadaran pada diri masing-masing
karyawan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus